Saturday, April 12, 2008

PEDIATRIDEC 2

Jumlah pemberian makanan bila dapat diterima diberikan secara perlahan-lahan, dengan tidak lebih dari 20ml/kg/hari penambahan per hari. Pemberian asupan makanan dihentikan jika didapatkan tanda-tanda intoleransi makanan (didefinisikan sebagai terdapatnya bahan makanan pada aspirasi gaster sebanyak lebih dari setengah dari pemberian makanan sebelumnya, dua kali, dengan distensi abdominal. Bayi dengan berat yang kurang dari 1000gr menerima total parenteral nutrisi sampai dengan setengah dari jumlah kalori yang diberikan peroral. Dokter jaga juga diperintahkan untuk melakukan hal yang sama sesuai perintah. Begitu pula resident yang melalui stase NICU juga mengikuti protokol yang telah dikemukakan seperti diatas. Sehingga tidak ada lagi modifikasi dalam managemen, pemeriksaan klinis, peralatan-perlengkapan, dan infrastruktur (seperti perawat yang bertugas) di unit tersebut selama masa percobaan.

NEC dikategorikan oleh klasifikasi bell yang sudah dimodifikasi. Diagnosis dan klasifikasi dari NEC ditegakkan oleh 2 ahli neonatologis senior independen yang tidak mengetahui pembagian kelompok pada bayi tersebut. Jika mereka tidak setuju pada pengklasifikasian tersebut, dimintakan pendapat ketiga dari ahli neonatologis yang lain untuk mengambil keputusan. Gambaran demografi dan variabel klinis yang merupakan faktor resiko yang potensial untuk NEC secara abstrak prospektiv berasal dari data-data medis (medical record) menggunakan definisi berikut ini. Ibu yag menerima 2 dosis betamethason atau dexamethason yang diberikan > 24 jam sebelum melahirkan dipertimbangkan sudah dalam tahap steroid prenatal. Bayi dengan berat lahir >2SD dibawah rerata untuk usia kehamilan dipertimbangkan sebagai kecil usia kehamilan (KMK). Ruptur membran amnion/ketuban lama (prolong) didefinisikan sebagai pecahnya membran amnion >18 jam sebelum kelahiran. Chorioamnionitis didefinisikan sebagai demam maternal, cairan ketuban keruh dan berbau, dan pada hitung sel darah putih (Differential count) bergeser kekiri. Dan telah dikonfirmasi oleh ahli obstetri. Keadaan asfiksia didefinisikan sebagai berikut: (1) pH umbilicus < 7,0, (2) Apgar score < 3 pada 5 menit pertama, (3) manifestasi neurologis meliputi kejang hipotonis atau keadaan hipoxic-iskemia encepalopathy, dan (4) multipel organ failure. Surfaktan diberikan untuk syndrom distres pernapasan dalam 2 jam sesudah lahir dalam kasus bayi yang memerlukan ventilasi yang memerlukan suplemen oksigen dengan FiO2 > 0,40 dan memperlihatkan tipe perubahan radiologis semacam sindrom distres pernapasan. Indometasin diberikan jika didapatkan bayi dengan adanya PDA (patent ductus arteriosus) yang memperlihatkan pirau dari kiri ke kanan pada echokardiografi. Sepsis didiagnosa pada bayi dengan tanda klinis dari sepsis setelah proses randomisasi dan dari hasil kultur darah yang terbukti positif. Kejadian ini tidak terbatas dihubungkan dengan kematian atau NEC. Diutamakan hasilnya adalah kejadian dari kematian atau NEC (stadium > 2). Kematian dimasukkan sebagai hasil utama karena hal ini merupakan variabel kompetisi dari NEC.

PROBIOTIK DALAM NECROTIZING ENTEROCOLITIS (NEC)

Sampel- Penghitungan Dan Statistik

Data-data penulis memperlihatkan bahwa gabungan kejadian dari NEC atau kematian sekitar~23%. Set α error < style=""> NEC atau kematian sebanyak 50%, jumlah total yang dibutuhkan untuk memferifikasi hipotesis kami sekitar 338 (169 per arm dari penelitian).

Uji X2 digunakan untuk menganalisa data yang terkategorikan, along with Fisher’s exact tes when aplicable. Student’s t tes digunakan untuk data berikutnya. Sebuah model regresi logistik digunakan untuk menganalisa pengaruh perlakuan pada variabel hasil primer dan sekunder (kematian, NEC dan sepsis)

HASIL

Terdapat 417 BBLSR terdaftar di bagian PICU penulisselama 4-5 tahun masa penelitian. Dari sekian bayi tersebut, sebanyak 50 tak memenuhi syarat sebagai sampel (n=42) atau mengalami NEC sebelum usia 7 hari sesudah kelahiran (n=6), atau keluarga tidak setuju (n=2). Sehingga total 367 bayi yang terdaftar dalam percobaan: 180 dalam kelompok yang diteliti dan 187 dalam kelompok kontrol. 56 bayi dalam kelompok yang diteliti dan 61 bayi dari kelompok kontrol diberi asupan dari BANK ASI. Sedangkan kondisi klinis maternal, demografi bayi dan karakteristik klinis tidak berbeda diantara ke 2 kelompok (Tabel 1). Pada karakteristik klinik bayi tidak berbeda pada ke 2 kelompok bayi (Tabel 2). Tak satupun dari bayi-bayi yang menderita asfiksia mengidap NEC.

Tabel 3 memperlihatkan hasil dari penelitian melalui analisis logistik regresi. Tingkat kejadian kematian atau NEC secara signifikan lebih rendah pada kelompok probiotik ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol (9 dari 180[5%] dibanding 24 dari 187 [12.8%],secara respectiv; P = .009). Tingkat kejadian NEC juga lebih rendah pada kelompok yang diteliti dibanding pada kelompok kontrol (2 dari 180 [1.2%] dibanding 10 dari 186 [5.3%], dengan respetively; P = .04). didapatkan 6 kasus NEC berat (Bell stadium 3) pada kelompok kontrol dan tak satupun pada kelompok probiotik (P = .03 oleh analisis bivariate). Tingkat kejadian dari hasil kultur yang terbukti sepsis secara signifikan lebih rendah pada kelompok yang diteliti (probiotik) (P = .03). Tak satupun dari kultur yang positif tadi menumbuhkan actobacillus atau spesies Bifidobacterium. Tingkat kejadian NEC atau sepsis lebih rendah pada kelompok probiotik (24 dari 180 [13.3]dibanding 46 dari 187 [24.6%],respectibely; P< .03). Tingkat kejadian kematian, NEC, atau sepsis secara signifikan juga lebih rendah pada kelompok probiotik (31 dari 180 [17.2%] dibanding 60 dari187 [32.1%], repectively; P <.009).

Tabel 1. Klinis maternal dan demografi bayi dan karakteristik klinis

karakteristik

Kelompok Diteliti

( N = 180 )

Kelompok Kontrol

( N = 187 )

Ketuban pecah dini, n(%)

53 (29.4)

43 (23.0)

Preeklamsia, n(%)

26 (14.4)

24 (12.8)

Prenatal Steroid, n(%)

121 (67.2)

114 (61.0)

SCTP, n(%)

104 (57.8)

100 (53.5)

Multipregnancy, n(%)

34 (18.9)

33 (17.6)

Chorioamnionitis, n(%)

9 (5.0)

10 (5.3)

Laki-laki, n(%)

84 (46.7)

100 (53.5)

Kecil Masa Kehamilan, n(%)

42 (23.3)

41 (22.8)

Usia kehamilan, mgg

28.5 + 2.5*

28.2 + 2.5*

Berat lahir, gr

1104 + 242*

1071 + 243*

Apgar (5 menit)

<3

41

44

4-6

41

49

>7

98

94

Asfiksia, n(%)

4 (2.2)

6 (3.2)

Ph

7.29 + 1*

7.29 + 11*

Tak satupun dari perbedaan diatas yang secara statistik signifikan (P>.05)

*Nilai adalah rerata + SD

Tabel 2.variabel klinis pada kelompok bayi yang diteliti (Probiotik).

Variabel

Kelompok yg Diteliti

( N = 180 )

Kelompok Kontrol

( N = 187 )

Usia terdaftar,* hari

Nothing per oral, hari

Total parenteral nutisi, hari

Jumlah makanan 14 hari ml/kg$


DISKUSI

Penelitian kami memeperlihatkan bahwa infloran mengurangi tingkat kejadian (insidensi) dan severitas dari NEC pada BBLSR. Kami juga menemukan bahwa kelompok yang diteliti (studi) memiliki insidensi lebih rendah terhadap NEC dan sepsis. Menurut data penulis, jumlah yang diperlukan untuk merawat untuk mencegah 1 kasus NEC adalah 27, dan jumlah yang diperlukan untuk merawat untuk mencegah 1 kematian karena NEC adalah 31.

Meskipun banyak variabel berhubungan dengan perkembangan NEC, hanya prematuritas dan berat lahir rendah yang secara konstan diidentifikasi dalam penelitian case control. Faktor-faktor lain yang dihubungkan dengan peningkatan resiko NEC seperti kelahiran pervaginam, kebutuhan dukungan ventilator mekanik, pemberian glukokortikoid dan indometasin selama kehidupan minggu pertama, tidak digunakannya cateter arteri umbilicalis, nilai APGAR score yang rendah pada 5 menit pertama. Karena penelitian saat ini didesain secara acak (random), trial control, faktor-faktor resiko ini didistribusikan secara acakdan diperlihatkan tanpa adanya perbedaan diantara 2 kelompok.

Sebuah patogenesis yang diusulkan sebagai komponen utama pada NEC adalah interaksi bakteri dengan usus yang prematur. sebuah fakta bahwa NEC tidak terjadi di uterus meskipun stres dan ingesti fetal sebanyak 150 ml/kg/hari terhadap cairan amniom yang mengandung protein, karbohidrat dan lemak, imunoglobulin, dan elektrolit memberi kesan bahwa kolonisasi bakteri adalah faktor penting pada patogenesis penyakit ini. Sebuah percobaan pada binatang terhadap NEC memperlihatkan kebutuhan untuk kolonisasi bakteri apda perkembangan dari NEC.

Flora mikrobiologi intstinum merupakan faktor penting pada mekanisme pertahanan host melawan infeksi bakteri. Lawrence dkk memperlihatkan bahwa kolonisasi usus dengan jumlah sedikit dan keberadaan spesies bakteri dapat dihambat oleh lingkungan yang steril. Mereka berspekulasi bahwa kondisi lingkungan yang kurang steril di NICU menyebabkan kolonisasi intestinal dengan absorbsi dari toksin bakteri yang hidup yang mungkin merusak illeum imatur, menyebabkan perkembangan dari NEC. Hay dkk dan Miller dkk mengobservasi perubahan baik kuantitatif maupun kualitatifpada flora fecal sebelum terjadinya NEC. Mereka mengobservasi sebuah kemunduran pada variasi spesies dan pergeseran kearah predominan dari enterobactericiae sebelum terjadinya NEC. Gewalb dkk melaporkan bahwa bifidobacterium dan lactobacillus ditemukan pada bekas popok atau sandaran dari bayi pada <5%>

Mekanisme potensial yang mana probiotik mungkin melindungi bayi beresiko tinggi dari perkembangan NEC termasuk didalamnya peningkatan barier mukosa terhadap perpindahan bakteri dan produknya melewati mukosa, pengelluaran secara kompetitif patogen yang potensial, modifikasi respon host terhadap produk mikroba dan peningkatan nutrisi enteral yang menghambat pertumbuhan dari berbagai kuman patogen seperti klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, dan Candida albicans.

Ada faktor-faktor lai ndari data-data penelitian yang mendukung bahwa invasi mikroba sebagai faktor yang memiliki peranan kejadian NEC. Observasi ini mengemukakan bahwa perubahan flora mikroba melalui makanan enteral semacam probiotik mungkin menguntungkan. Akantetapi, ada kekurangan dalampercobaan klinik untuk mengkonfirmasi hipotesis ini.

Infloran telah dipakai sebagai probiotik untuk mengurangi tingkat insidensi NEC oleh hayes. Dalam penelitian itu, seperempat tablet infloran diberikan ke semua bayi yang terdaftar di NICU. Hasilnya memperlihatkan penurunan yang signifikan dari NEC dan NEC yang berhubungan dengan kematian pada pengobatan infloran ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini mendukung dugaan percobaan random trial-control untuk memperbarui kemanjuran dari penelitian kami.

Dalam penelitian multicenter-double blind baru-baru ini . 585 bayi dengan usia gestasi <33>2 minggu ketika diacak /random dengan pemberian placebo atau Lactobcillusrhamnosus GG 1x/hari dari mulai makan sampai akhir(disharge). Pengukuran hasil meliputi insidensi ISK, sepsis bakeri dan NEC. Tidak ada perbedaan signifikan dintara kelompok probiotik dan placebo dalam hal 3 variabel tadi. Namun rerata kejadian pada kelompok kontrol untuk 2 variabel (NEC: 1,4%; Sepsis: 3,4%), yang memerlukan jauh lebih banyak sampel untuk membuktikan hipotesis mereka.ada percobaan lain diantara percobaab tersebut dengan penelitian kami . kami menggunakan infloran sebuah probiotik dari hasil kultur dari bekas dudukan neonatus dan mengandung L acidophilus dan B infantis. Perbedaan lain dari usia bayi yang terdaftar ntuk diteliti. Pada penelitian kami usia bayi bayi 1 minggu dan 2 minggu untuk penelitian mereka.

Penelitian kami memperlihatkan bahwa kelompok yang diteliti(studi) memiliki tingkat insidensi yang lebih rendah dari NEC dan SEPSIS. Mekanisme dari kemanjuran probiotik dalam mengurangi tingkat insidensi sepsis pada BBLSR mungkin sama dengan NEC dan memungkinkan terjadinya peningkatan dari kolonisasi mikroflora yang diinginkan seperti Streptococcus salivarius.

Meskipun wagner dkk menyarankan bahwa masalah keamanan penanganan dengan probiotik perlu ditujukan kepada host dengan kondisi imunodefisiensi seperti neonatus, kami tidak mengobservasi komplikasi (seperti sepsis karena Lactobacillus atau Bifidobacterium) karena infloran ini. Namun, percobaan kami tidak mempunyai kekuatan mengevaluasi keamanan dalam hal resiko yang mungkin karena kejadian sepsis lactobacillus atau sepsis Bifidobacterium.

Kami mengobservasi 6 bayi dengan NEC sebelum masuk ke percobaan dan pemberian makanan enteral.5 dari mereka memiliki berat <1000gr.>

KESIMPULAN

Pemberian infloran oral pada BBLSR mengurangiinsidensi dan severitas dari NEC,dan infloran sebagai probiotik melindungi BBLSR dari NEC.

ACKNOWLEDGMENTS

Penelitian ini didukung oleh Research Department of China Medical University Hospital (grant DMR90140)

PEDIATRI

Oral Probiotik Mengurangi Kejadian Dan Keganasan Dari Enterokolitis Nekrotikans Pada Berat Bayi Lahir Sangat Rendah.

Hung-Chih Lin, MD*; Bai-Horng Su, M, PhD*; An-Chyi Chen, MD*; Tsung Wen lin, MD*; Chang-hai Tsai, MD, PhD*; Tsu-Fuh Yeh, MD, PhD*; dan William Oh,MD.

Abstrak. Objektif. Kami mengevaluasi khasiat dari probiotik dalam mengurangi insiden dan severitas dari Enterocolitis nekrotikans (NEC) pada berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR).

Pasien dan metode. Untuk mengevaluasi pengaruh yang menguntungkan dari probiotik dalam negurangi insiden dan severitas dari NEC pada bayi BBLSR (<1500gr) style=""> yang dimulai diberi makan enteral dan bertahan sampai diluar hari ke 7 sesudah lahir dapat memenuhi syarat untuk percobaan. Semua sampel yang didapat kemudian secara random (acak) dibagi kedalam 2 kelompok sesudah mendapatkan persetujuan dari orangtua mereka. Bayi dalam kelompok yang diteliti deberi makan dengan infloran (Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium infantis) yang dicampur dengan ASI 2 kali sehari. Bayi dalam kelompok kontrol hanya diberi makanan ASI saja. Perawatan dokter ditiadakan untuk semua bayi yang diteliti. Secara primer hasilnya dapat berupa kematian atau NEC ( > stadium 2).

Hasil. Sebanyak 367 bayi terdaftar sebagai sampel dalam penelitian: yang kemudian dibagi kedalam kelompok yang diteliti sebanyak 180 dan kelompok kontrol sebanyak187. gambaran demografi dan variabel klinis sama untuk kedua kelompok. Angka kematian atau NEC ( > stadium 2) secara signifikan lebih rendah pada kelompok yang diteliti ( 9 dari 180 dibanding 24 dari 187). Angka kejadian NEC (> stadium 2) juga secara signifikan lebih rendah pada kelompok yang diteliti ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol (2 dari 180 dibanding 10 dari 187). Didapatkan 6 kasus dari kejadian NEC berat (Bell stadium 3) pada kelompok kontrol dan tidak satupun didapatkan pada kelompok yang diteliti. Tak satupun dari hasil kultur darah yang positif tumbuh Lactobacillus dan Bifidobacterium spesies.

Kesimpulan. Infloran sebagai makanan enteral yang dicampur dengan ASI mengurangi kejadian dan severitas dari NEC pada BBLSR.

LAPORAN KASUS : DISENTRI AMOEBA DENGAN DEHIDRASI RINGAN –SEDANG

DISENTRI AMOEBA DENGAN

DEHIDRA


Oleh :

Arsi Palupi G0000051

Indra Kesuma Dewi G0000096

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI

FK UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2005

BAB I

PENDAHULUAN

Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica, suatu mikroorganisme anaerob bersel tunggal (protozoon). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya melalui makanan yang terinfeksi serta kontak seksual. Bila tidak diobati dengan tepat dapat menjadi sistemis dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya hati 1.

Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun 2. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba 3. Kista ini memegang peranan dalam penularan penyakit lebih lanjut bila terbawa ke bahan makanan atau air minum oleh lalat atau tangan manusia yang tidak bersih 1. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat prevalensi amebiasis berkisar antara 1-5 %. Di Indonesia diperkirakan insidensinya cukup tinggi. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar 3.

Prognosis disentri amoeba ditentukan oleh berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini yang tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis disentri amoeba adalah baik terutama yang tanpa komplikasi 3.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari, atau lebih praktis mendefinisikan diare sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya 4.

Diare secara umum dihubungkan dengan peningkatan volume dan perubahan kosistensi tinja. Pada anak kurang dari dua tahun, diare didefinisikan sebagai pengekuaran tinja lebih dari 10ml/kgBB/hr. Sedangkan pada anak lebih dari 2 tahun, diare didefinisikan pengeluaran tinja lebih dari 200 gram/hari atau dapat dikatakan adanya berak cair empat kali atau lebih dalam satu hari 5.

Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab yang terpenting dan tersering adalah Shigella, khususnya S. Flexneri dan S. Dysenteriae tipe 1. Entamoeba histolytica menyebabkan disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada balita 4. Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica 3.

2. Etiologi

Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus, menembus dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba 3.

3. Epidemiologi

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare berkaitan erat dengan perilaku pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Perilaku tersebut diantaranya adalah:

a. tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan.

b. Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman yang berasal dari tinja dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih akan terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum kuman akan tumbuh.

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.

d. Menggunakan air minum yang tercemar oleh tinja.

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan 4.

Sedangkan faktor host (pejamu) yang menyebabkan diare antara lain adalah:

a. Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang melindungi kita terhadap kuman penyebab panyakit diare seperti Shigella dan Vibrio cholera.

b. Kurang gizi.

c. Campak. Hal ini akibat penurunan kekebalan pada penderita.

d. Imunodefisiensi/imunosupresi 4.

Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun 2. Disentri amoeba ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung melalui tangan, maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Laju infeksi yang tinggi didapat di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar 3.

4. Patogenesis

Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini 4:

a. Diare osmotik:

Substansi hipertonik nonabsorbsi à peningkatan tekanan osmotik

intralumen usus à cairan masuk ke dalam lumen à diare.

Diare osmotik terjadi karena:

1) pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan magnesium sulfat atau antasida mengandung magnesium.

2) pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi konsentrasi seperti glukosa tetap berada di lumen usus.

3) pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau malasorbsi glukosa-galaktosa.

b. Diare sekretorik:

Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan penurunan absorbsi à diare dengan volume tinja sangat banyak.

1) Malasorbsi asam empedu dan asam lemak:

2) Pada diare ini terjadi pembentukan micelle empedu.

3) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit:

4) Terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K ATP-ase di enterosit dan gangguan absorbsi Na dan air.

5) Gangguan motilitas dan waktu transit usus:

6) Hipermotilitas usus à tidak sempat di absorbsi à diare.

7) Gangguan permeabilitas usus:

8) Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik à gangguan permeabilitas usus.

9) Diare inflamatorik:

10) Kerusakan sel mukosa usus à eksudasi cairan, elektrolit dan mukus yang berlebihan à diare dengan darah dalam tinja.6

11) Diare pada infeksi:

- Virus

- Bakteri

§ Penempelan di mukosa.

§ Toxin yang menyebabkan sekresi.

§ Invasi mukosa.

- Protozoa

§ Penempelan mukosa (Giardia lamblia dan Cryptosporidium)

Menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare

§ Invasi mukosa (Entamoeba histolytica).4

Patogenesis E. histolytica diyakini tergantung pada 2 mekanisme, yaitu kontak sel dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa kematian tergantung kontak oleh trofozoid yang meliputi perlekatan, sitolisis ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin spesifik-galaktosa diduga bertanggung jawab dalam menjembatani perlekatan pada mukosa kolon., Juga telah dirumuskan bahwa amoeba dapat mengeluarkan protein pembentuk pori yang membentuk saluran pada membran sel sasaran hospes. Bila trofozoid E histolytica menginvasi usus, akan menyebabkan tukak dengan sedikit respon radang lokal. Organisme memperbanyak diri dan menyebar di bawah usus untuk menimbulkan ulkus yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada coecum, colon transversum dan kolon sigmoid 2.

5. Klasifikasi

Derajat dehidrasi ditentukan dengan kriteria :

Penilaian

A

B

C

11

12

3 3

4

5

6

7

8

LLihat :

KKeadaan umum

MMata

AAir mata

MMulut & lidah

RRasa haus

PPeriksa Turgor Kulit

HHasil pemeriksaan

B

abaik/sadar

normal

Aada

bbasah

mminum biasa tidak haus

Kkembali cepat

Ttanpa dehidrasi

G

ggelisah/rewel

ccekung

Ttidak ada

Ksering

Hhaus ingin minum hangat

ekembali lambat

D

edehidrasi ringan/sedang 1 tanda di (+) 1/> tanda lain

L

llesu, lunglai atau tidak sadar

S

ssangat cekung dan kering

Ttidak ada

Ssangat kering

Mmalas minum/tidak bisa minum

Kkembali sangat lambat

Ddehidrasi berat 1 tanda di (+) 1/> tanda lain






Pada kasus ini ada gelisah/rewel, mata cekung, haus, ingin minum terus, sehingga termasuk dalam derajat dehidrasi ringan/sedang 4.

Sedangkan jika diare lamanya sampai 14 hari atau lebih maka diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Diare persisten berat, jika terdapat dehidrasi

b. Diare persisten (saja), jika tidak tedapat dehidrasi.

Jika dalam tinja pada diare terdapat tinja maka disebut sebagai disentri.7

6. Gejala klinis

a. dehidrasi:

ditandai adanya letargi, penurunan kesadaran, fontanela anterior cekung, membran mukosa (mulut) kering, mata cekung, penurunan turgor kulit, capilary refill time memanjang

b. gagal tumbuh dan malnutrisi:

ditandai dengan penurunan massa otot dan lemak serta udem perifer sebagai manifestasi adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral.

c. nyeri perut atau tenesmus:

sifat nyerinya tidak meningkat pada penekanan. Nyeri tersebut berhubungan dengan organisme tertentu.

d. borborygmi:

yaitu peningkatan aktivitas peristaltik yang bisa didengar ataupun diraba, yang terjadi oleh karena peningkatan aktivitas usus.

e. eritema pada daerah pery anal:

berak yang sering akan menyebabkan lecet pada daerah peri anal terutama terjadi pada anak-anak. Bisa juga adanya malasorbsi karbohidrat sekunder akan menghasilkan tinja yang bersifat asam yang akan mengiritasi daerah perianal. Selain itu malasorbsi asam empedu sekunder juga dapat menyebabkan dermatitis daerah perianal dengan gambaran seperti terbakar.5

f. demam ringan

g. perut kembung

h. tinja bercampur darah dan mengandung cukup banyak lendir 2, 3

7. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Diagnosis pasti dapat ditegakkan bila ditemukan trofozoid motil yang mengandung eritrosit dari sampel tinja segar yang diperiksa 30 menit sejak keluar 2.

b. pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

c. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).

d. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan dilakukan pada penderita diare kronik. 8

e. Proktosigmoidoskopi: pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis adanya inflamasi mukosa atau keganasan.

f. Pemeriksaan kadar lemak tinja kuantitatif: tinja dikumpulkan (biasanya 72 jam) harus diperiksa kadar lemak tinja jika dicurigai malasorbsi lemak.

g. Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari 500ml/hari jarang ditemukan pada sindrom usus iritabel.6

8. Komplikasi

Komplikasi disentri amoeba ada 2 yaitu 3

a. Komplikasi intestinal

1). Perdarahan usus

2). Perforasi usus

3). Ameboma

4). Penyempitan usus atau striktura

b. Komplikasi ekstra intestinal

1). Amebiasis hati

2). Amebiasis pleuro pulmonal

3). Abses otak dam limfa

4). Amebiasis kulit

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:

a. Dehidrasi

b. Renjatan hipovolemik

c. Hipokalemi (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram).

d. Hipoglikemi

e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.

f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.8

9. Penatalaksanaan1

A. Tujuan terapi :

a. Memperbaiki keadaan umum

b. Memperbaiki status rehidrasi

c. Mencegah terjadinya relaps

d. Membunuh kuman penyebab

B. Manajemen terapi

a. Nonmedikamentosa

1). Diet TK/TP

Biasanya pada penderita disentri mengalami malnutrisi yang biasanya disebabkan adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral 4. Penderita disarankan untuk makan makanan dalam bentuk yang relatif lembek (dengan tujuan mengurangi kerja usus) 9.

b. Medikamentosa

1). Terapi dehidrasi 7

Terapi dehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi seseorang:

a). Rencana pengobatan A untuk mengobati diare di rumah:

Prinsipnya adalah:

(1) Pemberian cairan lebih banyak dari biasanya

a. Cairan yang diberikan harus memenuhi kritria:

- aman bila diberikan dalam jumlah besar

- mudah menyiapkannya

- dapat diterima

- efektif

b. Jumlah yang dapat diberikan adalah sebanyak yang anak mau dan meneruskan penggunaan URO sampai diarenya berhenti. Sebagi petunjuk pemberian cairan yang diberikan di rumah setiap kali buang air besar adalah sebagai berikut:

- anak di bawah umur 1-4 tahun: 100-200 ml

- >5 tahun: 200-300ml

- dewasa:300-400ml

(2). Pemberian makanan yang cukup pada anak

a) jenis makanan yang dapat diberikan:

- ASI terus diberikan tanpa selingan

- Untuk anak yang sudah mendapat makanan lunak dan padat, makanan harus diberikan paling tidak setengah dari kalori dietnya. Bila mungkin makanan yang asin harus diberikan juga.

b) jumlah dan frekwensi pemberian makanan:

- berikan makanan sebanyak yang anak mau

- menawarkan makanan tiap 3-4jam. Pemberian makanan sedikit-sedikit tapi sering lebih mudah diterima oleh anak

- setelah diare berhenti makanan diberikan paling idak satu kali lebih banyak daripada biasa setiap hari selama 2 minggu

b). Rencana pengobatan B untuk dehidrasi ringan sedang

(1) memberikan oralit 75 ml/kg BB dalam 3 jam pertama,

bila berat badan anak tidak diketahui atau untuk memudahkan di lapangan pemberian oralit paling sedikit sesuai dengan di bawah ini:

a) umur <>

b) umur 1-5 tahun jumlah oralit 600 ml

c) >5 tahun jumlah oralit 1200 ml

d) dewasa jumlah oralit 2400 ml.

Tetapi bila anak masih mau minum lagi boleh diberikan lebih. ASI tetap diberikan.

(2) Menilai kembali penderita:

a) bila tidak ada dehidrasi lagi, ganti ke rencana A.

b) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang ulabgi rencana B tetapi penderita ditawarkan makanan, susu dan sari buah seperti rencana A.

c) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti rencana C.

c). Rencana Pengobatan C, pengobatan penderita dehidrasi berat:

(1) Menentukan bagaimana cara pemberian cairan:

· Penggantian cairan melalui intra vena

· memilih cairan intra vena yang tepat:

larutan yang lebih disukai adalah larutan Ringer laktat. Larutan iv yang mengandung hanya glukosa tidak diperkenankan.

· Memberikan tetesan iv:

Vena yang sering digunakan adalah vena ante cubiti. Pada keadaan syok hipovolemik bisa dipasang pada 2 vena untuk mengembalikan volume darah dalam jumlah yang cepat.

d) Penggantian cairn melalui selang nasogastrik.

Penderita dehidrasi berat harus menerima paling sedikit 20 ml/kgBB larutan oralit selama 6 jam, dimasukkan dengan kecepatan konstan 20ml/kgBB perjam, dan harus dikurangi bila ada muntah berulang-ulang atau perut kembung.

e) Penggantian cairan melalui oral.

Bila pengobatan iv dan NGT tidak memungkinkan atau akan terlambat sedangkan anak dapat minum diberikan oralit oral 20m/kgBB/jam.

(2) Menentukan jumlah cairan yang harus diberikan.

(a) kehilangan cairan pada dehidrasi berat setara dengan 10% berat badan (100ml/kg).

(b) Bayi harus diberikan cairan 30ml/kgBB pad 1 jam pertama, diikuti 70ml/kgBB pada 5 jam berikutnya, jadi seluruhnya 100ml/kgBB dalam 6 jam.

(c) Anak yang lebih besar dan dewasa harus diberi 30 ml/kgBB dalam 30 menit pertama, diikuti dengan 70ml/kgBBbdalam 2,5 jam berikutnya sehingga seluruhnya 100ml/kgBB selama 3 jam.

(d) Bila nadi masih lemah pada pemberian 30ml/kg pertama maka harus diulang lagi dalam waktu yang sama.

(e) Larutan oralit dalam jumlah kecil harus juga diberikan melalui mulut segera setelah penderita dapat minum untuk memberi tambahan kalium dan basa.

(3) Menilai kembali penderita

Yang harus diperhatikan adalah:

· tanda-tanda dehidrasi

· jumlah dan sifat tinja yang dikeluarkan

· setiap kesulitan dalam pemberian cairan

2. Antibiotik

Yang efektif untuk disentri amoeba adalah metronidazole dengan dosis 35-50/kg BB/hari diberikan 3 kali sehari selama 5 hari. Metronidazole sebagai antibiotik berfungsi untuk memusnahkan parasit 10.

3. Antipiretik

Antipiretik berfungsi untuk menghambat produksi prostaglandin yang memacu peningkatan suhu lewat hipotalamus sehingga dapat menurunkan demam 10.

10. Pencegahan4

a. Upaya mencegah penyebaran kuman patogen

Berbagai kuman penyebab diare disebarkan melalui jalan orofekal seperti air, makanan dan tangan yang tercemar. Upaya pemutusan penyebaran kuman penyebab harus difokuskan pada cara penyebaran ini.

Upaya yang terbukti efektif adalah:

1) pemberian ASI saja pad bayi umur 4-6 bulan

2) menghindarkan penggunaan susu botol

3) memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI (untuk mengurangi perkembangbiakan bakteri).

4) Penggunaan air bersih untuk minum

5) Mencuci tangan ( sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum menyiapkan makanan atau makan)

6) Membuang tinja termasuk tinja bayi secara benar.

b. Cara memperkuat daya tahan tubuh pejamu.

1) melaksanakan pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun pertama kehidupan

2) memperbaiki status gizi (dengan memperbaiki nilai gizi makanan pendamping ASI dn memberikan anak lebih banyak makanan)

3) imunisasi campak.

BAB III
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. F

Umur : 13 bulan

Berat badan : 7 kg

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : Bp. W

Pekerjaan Ayah : Buruh

Agama : Islam

Alamat : Jl. Trisula 4 Kauman Surakarta

Tanggal masuk : 12 Desember 2005

Tanggal pemeriksaan : 12 Desember 2005

No. CM : 73 58 09

II. ANAMNESIS

Allo anamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 12 Desember 2005.

Penderita adalah anak tunggal. Anak lahir dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan 50 cm, lahir normal, menangis kuat, umur kehamilan 9 bulan, ditolong oleh bidan. Anak meninggal tidak ada, riwayat keguguran tidak ada., anak lahir meninggal tidak ada. Ayah dan ibu menikah satu kali.

A. Pohon Keluarga






































Kehamilan dan Kelahiran

1. Laki-laki, 3000 gram, lahir spontan, bidan, 1 tahun

B. Keluhan Utama

Mencret

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit sekitar jam 08.00 penderita panas. Panas disertai muntah sebanyak 2 kali, tidak nyemprot. Lalu penderita dibawa ke dokter dan diberi obat , keesokan harinya panas turun dan muntah berhenti tetapi penderita menjadi mencret dan perut kembung. Mencret sebanyak 8 kali perhari kurang lebih seperempat sampai setengah gelas belimbing (50-100 cc), konsistensi cair dan terdapat ampas berwarna kehijauan, berbuih, terdapat darah dan lendir serta berbau busuk. Hari masuk rumah sakit penderita sudah mencret sebanyak kurang lebih 10 kali, cairan lebih banyak daripada ampas, warna kuning, terdapat lendir dan darah. Makan menjadi berkurang, sedangkan minum sangat mudah (seperti kehausan). Buang air kecil terakhir sebelum berangkat ke rumah sakit, sekitar 2 jam yang lalu.

D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan (-)
- Riwayat mondok (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga sakit serupa (-)
- Riwayat sakit asma (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan (-)

F. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
- Faringitis : (-) - Enteritis : (-)
- Bronkitis : (-) - Disentri basiler : (-)
- Pneumonia : (-) - Disentri amuba : (-)
- Morbili : (-) - Thypus : (-)
- Pertusis : (-) - Cacing : (-)
- Difteri : (-) - Operasi : (-)
- Varicella : (-) - Gegar Otak : (-)
- Malaria : (-) - Fraktur : (-)
- Polio : (-) - Reaksi Obat : (-)
G. Riwayat Imunisasi

Menurut pengakuan ibu lengkap, namun lupa waktunya.

H. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Senyum Miring Tengkurap Duduk Gigi keluar Berdiri Berjalan

3 bln 4 bln 5 bln 6 bln 8 bln 10 bln sekarang

I. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Ayah : baik
- Ibu : baik
J. Riwayat Makan Minum Anak

1. ASI diberikan sejak lahir hingga sekarang, frekuensi pemberian tiap kali anak menangis, lamanya menyusui 10-15 menit, bergantian payudara kanan dan kiri. Sesudah menyusui anak tidak menangis.

2. Buah dan sayuran jenis pisang dan jeruk, diberikan sejak umur 4 bulan dengan frekuensi 2 kali perhari.

3. Makanan padat dan lauknya :

a. Bubur susu, merek SUN, diberikan sejak umur 5 bulan dengan frekuensi tiap anak menangis.

b. Nasi tim diberikan sejak umur 8 bulan dengan frekuensi 2 kali sehari.

c. Nasi mulai diberikan, frekuensi 3 kali per hari.

Lauk pauk jenis tahu, tempe, diberikan sejak umur 8 bulan, frekuensi 3 kali sehari, daging, telur atau ikan jarang diberikan.

K. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
- Pemeriksaan di Bidan
- Frekuensi : trimester I : 1 x / bulan
trimester II : 1 x / bulan
trimester III : 3 x / bulan

L. Keluhan selama kehamilan (-)

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.

M. Riwayat kelahiran

Lahir di bidan, umur kandungan 9 bulan, lahir spontan, berat badan lahir 3000 gram, menangis kuat segera setelah lahir.

N. Riwayat post natal

Pemeriksaan di puskesmas, frekuensi setiap imunisasi atau saat sakit.

O. Keluarga berencana

Tidak ikut keluarga berencana.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum
- Sikap/keadaan umum : rewel
- Derajat kesehatan : compos mentis
- Derajat gizi : gizi kesan baik
B. Tanda vital
- Tekanan darah : 90/60mmHg
- Nadi : 150x/menit, regular, isi tegangan cukup, simetris
- Respirasi : 30 x/ menit, dalam, tipe thoracoabdominal.
- Suhu : 36,8 0C
C. Status Gizi
- Umur : 13 bulan
- Berat badan : 7 kg
- Tinggi badan : 77 cm
- Lingkar Kepala : 45 cm
- Lingkar Lengan Atas : 14 cm

Antropometri

= x 100 % = 71,42 % Gizi kurang

= x 100 % = 102,66 % Gizi baik

= x 100 % = 70 % Gizi kurang

Interpretasi : Kurang gizi ( + ), baru terjadi

Kebutuhan Kalori : 10 x 100 kal/hari = 1000 kal/hari

Karbohidrat : 1/4x70 % x 1000 kal = 175 gram
Protein : 1/4x10 % x 1000 kal = 25 gram
Lemak : 1/9x20 % x 1000 kal = 22 gram

D. Kulit

Kulit sawo matang, kering, turgor menurun, ujud kelainan kulit (-)

E. Kepala

Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut, ubun-ubun besar sedikit cekung

F. Wajah

Odema (-), moon face (-)

G. Mata

Odema periorbita (-/-), Conjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), cekung (+/+), air mata (+/+)

H. Hidung

Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)

I. Mulut

Mukosa basah (+), sianosis (-).

J. Telinga

Daun telinga dalam batas normal, sekret (-) , mastoid pain(-), tragus pain(-)

K. Tenggorok

Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1, pseudomembran (-)

L. Leher

Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar, kaku kuduk (-)

M. Thorax

Bentuk : normochest, retraksi (-)

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

batas kiri atas : SIC II LPSS

batas kiri bawah : SIC IV 2 jari medial LMCS

batas kanan atas : SIC II LPSD

batas kanan bawah : SIC IV LPSD

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

Suara tambahan (-/-)

N. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) meningkat

Perkusi : undulasi (-), pekak beralih (-), hipertimpani (+)

Palpasi : supel, turgor kembali lambat, hepar dan lien tidak teraba.

O. Punggung
Nyeri ketok kostovertebral (-)
P. Ekstremitas

-

-

-

-

-

-

-

-

Akral dingin Oedem

Capillary refill time <2>

Clubbing fingers (-)

Q.

-

-

-

-

+

+

+

+

Pemeriksaan Neurologi

Reflek fisiologi Reflek patologis

Kaku kuduk (-), tanda meningeal lainnya (-)

Kekuatan motorik dan sensorik baik.

Pemeriksaaan neurologis lain dalam batas normal.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah tanggal 12 Desember 2005
- Hemoglobin : 12,2 g/dl
- Hematokrit : 35,8 %
- Leukosit : 22.000 µL
- Trombosit : 348.000 µL
- Gol. Darah : B

V. RESUME

Datang seorang pasien laki-laki umur 13 bulan dengan keluhan mencret, sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, mencret 1 hari sebanyak 8 kali kurang lebih 50-100cc, konsistensi cair dan terdapat ampas berwarna kehijauan, berbuih, terdapat darah dan lendir serta berbau busuk. Muntah (+), panas (+), perut kembung (+). Buang air kecil terakhir 2 jam yang lalu.

Pemeriksaan fisik didapatkan: KU rewel, compos mentis, gizi kesan baik; VS : Tensi : 90/60; N = 150 x/ 1' , reguler, isi dan tegangan cukup, simetris; RR= 30 x/1' ; S = 36,8 0C.

Kulit : turgor menurun; Kepala: ubun-ubun cekung (+) sedikit; Mata: cekung (+/+), air mata (+/+); Mulut : Mukosa basah (+);

Thorax, Cor dan Pulmo dalam batas normal; Abdomen : dinding perut sejajar tinggi dari dinding dada, palpasi supel, hipertimpani, turgor menurun,hepar tidak teraba, lien tidak teraba..

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : Hemoglobin: 12,2 g/dl; Hematokrit : 35,8 %; Leukosit : 22.000 uL; Trombosit : 348.000 uL; Gol. Darah : B.


VI. DIAGNOSIS BANDING

- Disentri amoeba dengan dehidrasi ringan-sedang
- Disentri basiller (Shigellosis) dengan dehidrasi ringan-sedang

- Salmonelosis

VII. DIAGNOSIS KERJA

Disentri amoeba dengan dehidrasi ringan-sedang

VIII. PENATALAKSANAAN

Mondok bangsal

Diet 1000 kal/hari

Terapi dehidrasi :
- Oralit 70 cc tiap kali mencret
- Infus RL 70 cc/kg BB/4 jam à 35 tpm makro slm 4jam
- kemudian 100cc/kg BB/hr à 8 tpm makro

Drug :

- Paracetamol sirup 3x cth I (K/P)

- Metronidazol 280 mg/hari dibagi dalam 3 dosis

IX. PLANNING

IX.Diagnosis

- Laboratorium darah ; LED, hitung jenis leukosit
- Laboratorium feces rutin dan mikroskopis
- Laboratorium urin rutin.

Monitoring

- KU dan VS/ 4 jam

X. PROGNOSIS

Ad vitam : baik

Ad sanam : baik

Ad fungsionam : baik

XI. PENULISAN RESEP


dr. Anne Sagita

Jl. Petoran IX No. 999 Surakarta

Telp. (0271) 666999

SIP. 007/1999


Surakarta, 12 Desember 2005

R/ Infus RL flab No. III

Cum Abbocath no. 24 No. I

Infus set No. I

S imm AS

R/ Oralit sacc No. III

S ad libitum 1-6 dd 1/3 gelas AS

R/ Parasetamol syr No. I

S prn 1-3 dd cth I AS

R/ Metronidazole tab mg 1400

Glukosa qs

Mfla pulv No. XV

S 3 dd pulv I AS


Pro : An. F (13 bulan, 7 kg)

BAB IV
PEMBAHASAN OBAT

1. Oralit

ORT (Oral Rehydration Therapy) merupakan hal yang paling penting untuk mencegah dan mengobati kekurangan cairan dan elektrolit 11. Untuk mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi serta kehilangan garam, terutama pada bayi dan anak (s/d 3 tahun) dan lansia (>65 tahun), WHO menganjurkan ORS (Oral Rehidration Solution). Di Indonesia telah dibuat ORS yang diberi nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7 g, KCl 0,3 g, trinatrium sitrat dihidrat 2,9 g, serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam sachet dimana setiap sachet untuk 200 ml air. Glukosa menstimulasi secara aktif transport Na dan air melalui dinding usus sehingga resorbsi air dalam usus halus meningkat 25 kali 1.

Pada kasus ini digunakan oralit 70 cc tiap kali mencret dikarenakan oralit mencegah dan mengatasi dehidrasi serta dosis yang dipakai disesuaikan dengan BB 7 kg.

2. Cairan Intravena

Indikasi

Cairan intravena diberikan kepada penderita dengan gangguan gastrointestinal yang sedang-berat sehingga tidak dapat mengabsorbsi makanan yang masuk dengan baik 11. Cairan kristaloid yang dipakai untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh adalah asering, ringer laktat serta normal saline. Kegunaan RL adalah sebagai cairan resusitasi, suplai bikarbonat serta asidosis metabolik 12.

Farmakologi

RL mempunyai osmolaritas 273 mOsm/L dengan kandungan elektrolit sebagai berikut : - Na+ : 130 mEq/L

- Cl- : 109 mEq/L

- K+ : 4 mEq/L

- Ca+ : 3 mEq/L

- Laktat: 28 mEq/L 12

Farmakokinetik

RL dimetabolisme terutama di hati dan sedikit di ginjal. Laktat dimetabolisme mejadi piruvat, dimana akan dipecah menjadi CO2 dan H2O (80 %) atau glukosa (20%) serta pembentukan bikarbonat 13.

Pada kasus ini diberikan infus RL karena RL dapat menggantikan kehilangan akut cairan tubuh serta jumlah tetes per menit disesuaikan dengan MTBS

3. Parasetamol

Parasetamol merupakan analgetika perifer (non-narkotik)

Farmakologi

Derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin. Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak untuk anti radang 1. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen dimana menurunkan suhu tubuh berdasarkan efek sentral. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah dan tidak mengakibatkan iritasi, erosi dan perdarahan lambung juga tidak mengakibatkan gangguan asam basa dan pernafasan 10.

Farmakokinetik

Resorbsinya dari usus cepat dan sempurna, secara rectal lebih lambat 1. Konsentrasi teringgi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan waktu paruh plasmanya 1-3 jam serta 25 % terikat protein plasma 10. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada hubungan. Dalam hati diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresikan dengan kemih sebagai konjugat-glukuronida dan sulfat 1.

Efek samping

Jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hat, pada dosis diatas 6 g mengakibatkan nekrose hati irreversibel.

Dosis

Tersedia sebagai obat tunggal berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/ml. Juga tersedia sebagai bentuksediaan kombinasi tetap. Untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1 g, max 4 g/hari. Anak-anak 4-6 dd 10 mg/kg.

Pemilihan parasetamol 3 x cthI pada kasus ini karena parasetamol dianggap sebagai analgetik yang paling aman karena merupakan penghambat biosintesis PG yang paling lemah serta sesuai untuk BB 7 kg.

4. Metronidazole

Farmakologi

Metronidazole adalah (1β-hidroksi-etil)-2-metil-5-nitroimidazole yang berbentuk kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol. Metronidazole memperlihatkan daya amubisid langsung. Pada biakan E. Histolytica dengan kadar metronodazole 1-2 μg/ml, semua parasid musnah dalam 24 jam. Sampai saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazole.

Farmakokinetik

Absorbsi metronidazole berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. 1 jam setelah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar plasma kira-kira 10 μg/ml. Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang sensitif, rata-rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8 μg/ml. Waktu paruh berkisar 8-10 jam. Obat diekskresi melalui urin, urin mungkin berwarna gelap karena mengandung pigmen yang larut air. Metronidazole juga diekresi melalui air liur, air sussu, cairan vaginal dan cairan seminal dalam kadar rendah.

Efek samping dan kontra indikasi

Efek samping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang ditemukan. Efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering dan rasa kecap logam. Sedangkan muntah, diare dan spasme usus jarang dialami. Efek samping lain dapat berupa pusing, vertigo, ataksia parestesi, urtikaria, flushing, pruritus, disuria, rasa tekan pada pelvik juga kering pada mulut vagina dan vulva.

Metronidazole adalah suatu nitroimidazole, sehingga ada kemungkinan dapat menimbulkan gangguan darah. Oleh karena itu penggunaan metronidazole lebih dari 7 hari hendaknya disertai pemeriksaan leukosit secara berkala. Neutropeni dapat terjadi selama pengobatan dan akan kembali normal setelah pengobatan dihentikan.

Pada penderita dengan riwayat penyakit darah atau gangguan SSP, pemberian obat ini tidak dianjurkan. Bila ditemukan ataksia, kejang atau gejala SSP yang lain maka obat harus segera dihentikan. Metronidazole telah diberikan pada berbagai tingkat kehamilan tanpa peningkatan kejadian teratogenik, prematuritas dan kelainan bayi kongenital. Namun pengguanaan pada trimester I tidak dianjurkan, bahkan bila mungkin pada semua tingkat kehamilan, sampai diperoleh data keamanan yang lebih lengkap. Dosis metronidazole perlu dikurangi pada pasien dengan obstruksi hati yang berta, sirosis hepatis, dan gangguan fungsi ginjal yang berat

Indikasi

Metronidazole terutama digunakan untuk amoebiasis, trichomoniasis dan infeksi bakteri anaerob. Metronidazole efektif untuk amoebiasis intestinal maupun ekstraintestinal. Efeknya terlihat lebih jelas pada jaringan karena sebagian besar metronidazole diabsorbsi di usus halus.

Sediaan

Tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg, suspensi 125mg/5 ml dan tablet vaginal 500 mg. Untuk amobiasis dosis oral yang digunakan adalah 3x750 mg/hari selama 5-10 hari. Sedangkan untuk anak 35-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis.

Pemilihan metronidazole dengan dosis 280 mg/hari diberikan 3 kali sehari pada kasus ini dikarenakan metronidazole merupakan drug of choice disentri amoeba dan juga dosis 280 mg/hari sesuai dengan BB 7 kg.


DAFTAR PUSTAKA

1. Tjan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. PT Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia. Jakarta

2. Waldo E. Nelson. 2000. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 2. EGC. Jakarta

3. Eddy Soewandojo. 2002. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI. Jakarta

4. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.1999. Buku Ajar Diare. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

5. Richard E. 2005. Diarrhea. Departement of Pediatrics. Shands Hospital. University of Florida. Florida

6. Departemen Kesehatan RI. 2005. Muntah dan Diare Akut. www.pediatrik.com

7. Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan WHO dan UNICEF. 1997. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan RI. Jakarta

8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta

9. Anonim. 1996. Protap UPF Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP RSUP Dr. Kariadi. Semarang

10. Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Cetak Ulang 2001. Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta

11. John Axford. 1996. Gastrointestinal Disease. Medicine. Blackwell Science. London

12. Anonim. 2003. Pedoman Cairan Infus. Edisi Revisi VIII. PT Otsuka Indonesia

13. Budhi Santoso. Rasionale Terapi Cairan. Otsuka Pharmaceutical Indonesia