Monday, May 12, 2008

DIET PADA PENYAKIT JANTUNG ANAK

DIET PADA PENYAKIT JANTUNG ANAK

I. PENDAHULUAN

Penyakit jantung pada anak ada 2 macam, yaitu penyakit jantung bawaan dan penyakit jantung didapat. Kedua macam penyakit jantung ini dapat menyebabkan gagal jantung atau fungsi jantung yang menurun di mana jantung tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan metabolik jaringan tubuh.5

Penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayi dan anak cukup banyak ditemukan di Indonesia. Laporan dari berbagai penelitian di luar negeri menunjukkan 6-10 dari 1000 bayi lahir hidup menyandang penyakit jantung bawaan.2 Sampai saat ini belum jelas diketahui penyebab kelainan jantung bawaan. Sekitar 2-5 % kelainan ini erat kaitannya dengan abnormalitas kromosom. Pada Down’s syndrome misalnya, sekitar 60 % selalu disertai kelainan jantung kongenital seperti defek septum ventrikel, tetralogi fallot, duktus arteriosus persisten, dan defek septum atrium. Di antara saudara kandung, sebanyak 2-4 % ternyata mengidap kelainan jantung bawaan yang sama. 4

Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir semester pertama yang berpotensi terjadi gangguan pembentukan jantung. Terjadinya penyakit jantung bawaan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah paparan sinar radiasi, trauma fisik dan psikis, virus TORCH, obat-obatan, rokok, alkohol, dan sebagainya.2,4

Salah satu penyakit jantung didapat yang sering ditemui adalah demam reumatik akut (DRA) dan penyakit jantung rematik (PJR). Data yang diperoleh dari Bagian Kesehatan Anak RSCM menunjukkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir belum terdapat penurunan berarti kasus DRA dan PJR. Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15 tahun. Demam reumatik merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak usia 5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio ekonomi rendah dan lingkungan buruk.2

Faktor yang mendasari patofisiologi dari gagal jantung adalah faktor mekanis (defek struktural yang memberikan beban berlebihan pada otot jantung), faktor miokard (miokarditis) dan kombinasi keduanya (kelainan intrinsik yang mengganggu faal miokard).5

Berdasarkan gangguan daya kerja miokard, gagal jantung dibagi5 :

a. Beban volume ventrikel : high output stage (anemia), pirau kiri ke kanan, insufisiensi katup(mitral, aorta), fistula arteri-vena sistemik.

b. Beban tekanan ventrikel : obstruksi jalan keluar (koartasio aorta, stenosis aorta, stenosis arteri pulmonalis) dan obstruksi jalan masuk (stenosis mitral, stenosis tricuspid).

Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan gagal jantung oleh karena kemampuan miokard yang menurun adalah miokarditis, kardiomiopathi, anemia berat, keadaan khusus pada neonatus (kadar kalsium, magnesium, dan gula darah rendah, asidemia berat atau setelah asfiksia) dan takikardi berat atau bradikardi yang secara nyata juga dapat mengurangi kemampuan otot jantung.5

Gejala klinis yang timbul dapat dibagi menjadi 3 kategori yang menggambarkan adanya kegagalan jantung kanan dan kiri 5:

1. Daya kerja miokard yang terganggu mengakibatkan gangguan pertumbuhan, berkeringat, kardiomegali, irama gallop, perubahan pada pulsus perifer termasuk pulsus paradoksus dan alternans.

2. Kongesti paru-paru menyebabkan takipnea, sesak bila bergerak, batuk, ronki basah, wheezing, dan sianosis.

3. Kongesti vena sistemik menyebabkan hepatomegali, bendungan vena leher, sembab perifer.

Kelainan tersebut dijumpai bervariasi, dapat ringan sampai berat sehingga untuk menata dietnya diperlukan perlakuan tersendiri.5 Modifikasi khusus pada diet sehari-hari telah dilakukan untuk terapi sejumlah penyakit. Diet ini tidak secara langsung menyembuhkan penyakit, tetapi dipakai untuk memperbaiki kelainan metabolisme dan mencegah atau paling tidak mengurangi gejala penyakit.3 Adanya gangguan pertumbuhan yang dipengaruhi faktor genetik, hipoksia menahun, kelainan hemodinamik, faktor metabolik serta kelainan lain yang menyertai memerlukan masukan energi tambahan. Aktivitas jantung dan pernafasan memerlukan pula energi yang cukup banyak, demikian pula agar pembedahan dapat dilakukan, maka diperlukan masukan energi yang lebih banyak.5

Tulisan ini berusaha membahas mengenai diet pada panyakit jantung anak yang mana dalam pengelolaannya harus diperhatikan pemberian nutrien yang cukup tanpa memperberat kerja jantung. Pemberian diet tersebut tergantung dari tahap penyakit dan keadaan klinis anak.

II. TUJUAN PEMBERIAN DIET PADA PENYAKIT JANTUNG ANAK

Tujuan memberikann diet pada penderita penyakit jantung adalah5 :

1. Untuk memberikan cukup makanan agar anak tumbuh dan berkembang optimal, tanpa memperberat beban jantung.

2. Mengurangi dan mencegah retensi garam/air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah bila ada hipertensi.

3. Menyiapkan anak dengan kelainan jantung bawaan sehingga kondisinya memungkinkan untuk tindakan operasi.

III. SYARAT PEMBERIAN DIET PADA PENYAKIT JANTUNG ANAK

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyusun diet penderita penyakit jantung menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia adalah sebagai berikut5:

1. Energi sesuai dengan kebutuhan

Untuk kelainan jantung bawaan dibutuhkan 175 -180 kkal/kgBB/hr. Bila masukan kalori kurang dari 120 kkal/kgBB sehari akan terjadi defisiensi vitamin D, asam folat, vitamin B12, zat tembaga dan seng.

2. Protein 3-4 gr/kgBB yang diperlukan untuk pembentukan otot jantung. Pada gagal jantung, protein yang dianjurkan 1-2 gr/kgBB sehingga dapat meringankan beban ginjal.

3. Lemak sedang; Formula dengan persentase lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated fat) atau zat besi dapat meningkatkan kebutuhan akan vitamin E; vitamin E hendaknya diberikan diantara waktu makan bila diperlukan.

4. Vitamin dan mineral cukup; natrium dan cairan dikurangi bila ada sembab atau hipertensi. Formula yang dianjurkan adalah yang kadar natriumnya 7-8 meq sehari dan susu dengan protein dengan susunan whei/kasein: 60/40

5. Makanan yang mudah diserap, cukup mengandung serat sehingga memudahkan buang air besar; bila perlu diberikan lewat pipa gastrik.

6. Rupa makanan menarik, rasa diperhatikan dan cara menyajikan menarik dan suasana makan menyenangkan.

IV. JENIS DIET DAN INDIKASI PEMBERIAN

DIET JANTUNG I

Indikasi : Diet jantung I diberikan bagi pasien dengan gagal jantung.1,5,7

Dasar diet :

Karena fungsi jantung terganggu maka aliran darah ginjal juga akan terganggu. Agar kadar ureum darah tidak meningkat maka perlu diberikan protein yang rendah.

Sebagai akibat kegagalan jantung bisa menyebabkan timbulnya oedema. Untuk mengurangi oedema, pemberian garam harus dibatasi.7

Tujuan Diet7 :

1. Mengurangi beban ginjal

2. Mengurangi atau mencegah retensi natrium

Syarat-syarat 1,7 :

- Cukup kalori (sesuai dengan kecukupan normal)

- Karbohidrat sedang

- Lemak rendah

- Air dibatasi

- Mineral + vitamin cukup ( Ca dibatasi)

- konsumsi protein rendah 1-2g/kgBB

- konsumsi natrium dibatasi 150-180 mg/hr pada bayi, 400 mg/hr pada anak.

Bentuk makanan : Dihidangkan dalam bentuk makanan cair, mudah dicerna.1,7

Contoh menu sehari 7:

Pagi

Siang

Sore

06.00 : makanan cair

12.00 : makanan cair

18.00 : makanan cair

09.00 : makanan cair

15.00 : makanan cair

21.00 : makanan cair

10.00 : Sari pepaya

16.00 : Sari jeruk

-

DIET JANTUNG II :

Indikasi 1,7 : Diet jantung II diberikan pada pasien dengan kemampuan kerja jantung yang menurun, namun belum tampak adanya gejala kegagalan jantung.

Dasar diet7 :

1. Walaupun fungsi jantung terganggu, pengaruh terhadap fungsi ginjal belum tampak, sehingga dapat diberikan tinggi protein.

2. Untuk mencegah terjadinya oedem perlu diberikan diet rendah garam.

Tujuan Diet7 :

1. Memberikan makanan secukupnya agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal

2. Mencegah terjadinya oedem

Syarat-syarat 1,7 :

- Tinggi kalori (175-180 kkal/BB/hr)

- Tinggi protein (3-4 gr/kgBB/hr)

- Cukup karbohidrat

- Lemak, sedang

- Garam dibatasi : Bayi Æ 200-400mg/hr

Anak Æ 600-800 mg/hr

- Air dibatasi

- Cukup vitamin dan mineral

Bentuk makanan7 : untuk bayi dalam bentuk makanan bayi. Untuk anak bentuk makanan lunak atau biasa

Contoh menu sehari 7

Pagi

Siang

Sore

-nasi tim

-telur dadar

-setup wortel

-susu

-nasi tim

-perkedel daging

-gadon tahu

-sup sayuran

-pepaya

-nasi tim

-ayam bumbu tomat

-tempe bacem

-tumis kacang panjang

-pisang

10.00

14.00

21.00

Bubur kacang hijau

Kue talam

Susu

Makanan yang tidak boleh diberikan :

1. Makanan yang diolah, diawetkan dengan garam dapur

2. Kecap, tauco,coklat

3. Minuman yang mengandung gas seperti air soda, coca cola, dan sebagainya.

DIET JANTUNG III

Indikasi 1,7 : Diberikan bagi pasien tanpa gagal jantung dan kemampuan kerja jantung tidak menurun, seperti pada demam reumatik dan penyakit jantung rematik.

Dasar diet7 :

Pada penderita CHD atau RHD umumnya berstatus gizi kurang karena pengangkutan zat-zat gizi ke jaringan tidak berjalan sempurna, ditambah dengan adanya sekunder infeksi. Oleh karena itu perlu diberikan makanan tinggi protein dan tinggi kalori.

Pemberian garam dapur tidak dibatasi, karena pada penderita ini tidak dijumpai oedem.

Tujuan Diet7 :

1. Memberikan makanan secukupnya agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal tanpa memberatkan kerja jantung.

2. Menyiapkan penderita CHD dalam keadaan baik untuk tindakan operasi.

Syarat-syarat 1,7 :

- Tinggi kalori (175-180 kkal/BB/hr)

- Tinggi protein (3-4 gr/kgBB/hr)

- Karbohidrat sedang

- Lemak cukup

- Garam tanpa dibatasi (seperti pada makanan biasa)

- Air tanpa dibatasi

- Cukup vitamin dan mineral

Bentuk makanan : lunak atau makanan biasa.

Contoh menu sehari : Untuk anak berusia di atas tahun

Pagi

Siang

Sore

-nasi

-telur dadar

-tempe bacem

-tumis buncis

-susu

-nasi

-ikan bumbu kuning

-tahu telur

-sup sayuran

-pepaya

-nasi

-Daging empal

-sup kacang merah

-oseng-oseng kangkung

-pisang

10.00

14.00

21.00

Bubur kacang hijau

Puding

Susu

Pada diet jantung III hampir semua makanan boleh diberikan, kecuali makanan yang merangsang saluran cerna dan mengandung gas seperti kol, lobak, sawi, durian, nangka, cabai, dan lada.5

V. EVALUASI

Evaluasi diperlukan untuk mencegah komplikasi metabolisme yang timbul. Evaluasi tersebut meliputi kebutuhan cairan, osmolaritas air kemih, dan perkiraan solute ginjal.5

1. Kebutuhan cairan pada bayi adalah 140-160 ml/KgBB dalam keadaan normal. Pada bayi dengan kelainan jantung bawaan restriksi cairan menjadi 110-120 ml/KgBB sehari.

2. Osmolaritas air kemih dipertahankan 400 mosm/L :

a. Bila terjadi gagal tumbuh dan konsentrasi air kemih di bawah 300 mosm/L, maka diperlukan formula densitas tinggi. (Biasanya dipakai polycose atau minyak safflower bila tidak ada masalah malabsorbsi atau minyak MCT dapat dipakai bila volume formula memadai).

b. Bila terjadi gagal tumbuh dan konsentrasi air kemih 400 mosm/L, maka diperlukan formula dengan beban solute yang lebih rendah.

c. Pada sembab, kenaikan BUN, diare, letargi, hiperamonemia, dan atau asidosis metabolic, maka diperlukan formula densitas lebih rendah.

d. Formula dengan konsentrasi kalori yang lebih tinggi hendaknya tidak dibuat dengan cara menurunkan volume cairan, karena dapat meningkatkan beban solut.

3. Perkiraan beban solut ginjal.

a. Untuk menilai beban solut ginjal, diperkirakan bahwa seluruh protein yang dimakan diekskresi sebagai urea. Satu gram protein menghasilkan 5,7 mosm urea. Nitrogen = gram protein dibagi 6,25. Tiap molekul urea mengandung 2 atom nitrogen. Berat atom nitrogen 14.

b. Semua natrium, kalium, dan klorida diperkirakan akan diekskresi. Urea ditambah dengan ion-ion ini akan menghasilkan 75-80 % beban solute ginjal pada bayi.

c. Kalsium, fosfor, dan mineral yang lain tidak diperhitungkan karena diekskresi sedikit.

VI. KESIMPULAN

Dalam pengelolaan diet pada penyakit jantung anak harus diperhatikan pemberian nutrien yang cukup untuk mendukung tumbuh kembang anak secara optimal tanpa memperberat kerja jantung. Dan pemberian diet tersebut tergantung dari tahap penyakit dan keadaan klinis anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, Mansjoer.(2002). Kapita Selekta Kedokteran : Diet Pada Kelainan Jantung. Media Aesculapius, Jakarta.

2. Bambang, Madiyono, dkk. (2005). Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi dan Anak. UKK Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

3. Beck, Mary. (2000). Ilmu Gizi dan Diet. Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.

4. Faisal, Baraas. (1995). Penyakit Jantung Pada Anak. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

5. Suandi.(1999). Diet Pada Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

6. Sunita, Almatsier. (2004). Penuntun Diet. Instalasi Gizi Perjan RS Dr.Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

7. Tandyo. (1997). Gizi Anak. Buku Pegangan Kuliah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Gangguan Ginjal Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler

Gangguan Ginjal Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler

Hampir separuh penderita penyakit ginjal meninggal bukan karena penyakit ginjal itu sendiri, tapi malah akibat penyakit kardiovaskuler. Setelah ditelisik, ternyata diketahui bahwa penyakit ginjal merupakan faktor risiko independen terjadinya penyakit kardiovaskular. Hingga akhirnya Konsil Ginjal dan Kardiovaskuler American Heart Association pun merekomendasikan, penderita penyakit ginjal merupakan kelompok yang paling berisiko mengalami penyakit kardiovaskular.

Sebuah data dari Cardiovascular Health Study membuktikan bahwa penderita dengan penyakit ginjal stadium 3 dan 4, dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus antara 15 dan 59 ml/menit/1,73 m2, ternyata mempunyai insiden dan risiko penyakit jantung dua kali lipat ketimbang individu dengan laju filtrasi glomerulus normal. Sementara pada coronary prevention project ditunjukkan, mortalitas 1 tahun setelah infark miokard meningkat dari 24% menjadi 46% dan 66% pada penderita dengan kreatinin serum 1,5 mg/dl, dan 2,5-3,9 mg/dl.

Menurut Prof. DR. Dr Ketut Suwitra, SpPD-KGH dari Divisi Ginjal dan Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar, ada banyak hipotesis yang berusaha menerangkan fenomena ini. Namun seperti yang telah diketahui, ada dua jenis faktor risiko penyakit kardiovaskular yaitu, faktor risiko tradisional dan faktor risiko non tradisional (lihat tabel 1). “Untuk penyakit ginjal, faktor risiko non tradisional lah yang lebih banyak memegang peranan.”

Table 1. Faktor Risiko Kardiovaskuler Tradiosional dan Non Tradisional

Faktor risiko tradisional

Non-tradisional

Usia tua

Jenis kelamin laki-laki

Hipertensi

LDL kolesterol tinggi

HDL kolesterol rendah

Diabetes

Merokok

Kurang gerak fisik

Menopause

Riwayat keluarga penyakit kardiovaskuler

Hipertropi ventrikular kiri

Albuminiuria/proteinuria

Homosistein

Lipoprotein (a) dan Lipoprotein (a) isoform

Bekas lipoprotein

Anemia

Abnormalitas metabolisme ca-fosfat

Cairan ekstraseluler berlebihan

Stress oksidatif

Inflamasi (C-reactive protein)

Malnutrisi

Faktor trombogenik

Gangguan tidur

Perubahan keseimbangan nitrit oksida/ Endotelin

Lebih lanjut Suwitra mengatakan, anemia sebagai salah satu faktor non tradisional terjadi pada sekitar 80% penderita penyakit ginjal stadium 3 dan 4. Anemia memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap penyakit kardiovaskuler. Bukti klinis menunjukkan, anemia dapat meningkatkan morbiditas penyakit kardiovaskuler. Koreksi terhadap anemia bisa menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler.

Sementara substansi uremik yang tertimbun dalam darah akibat terganggunya fungsi ginjal juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Di antara substansi uremik tersebut adalah air, fosfat, kalium, hormon paratiroid, beta2 mikroglobulin, homosistein, dan berbagai faktor inflamasi. Semua substansi ini berkontribusi, baik secara tersendiri maupun bersama-sama.

Sedangkan untuk mikroalbuminaria, awalnya hanya dianggap sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskuler hanya pada nefropati diabetik. Ternyata kemudian terungkap fakta, pada non diabetik pun mikroalbuminari merupakan faktor risiko kardiovaskuler yang sangat penting. Hal ini dibuktikan oleh Gerstein pada studi HOPE dan Wachtell pada studi LIFE.

Saturday, April 12, 2008

PEDIATRIDEC 2

Jumlah pemberian makanan bila dapat diterima diberikan secara perlahan-lahan, dengan tidak lebih dari 20ml/kg/hari penambahan per hari. Pemberian asupan makanan dihentikan jika didapatkan tanda-tanda intoleransi makanan (didefinisikan sebagai terdapatnya bahan makanan pada aspirasi gaster sebanyak lebih dari setengah dari pemberian makanan sebelumnya, dua kali, dengan distensi abdominal. Bayi dengan berat yang kurang dari 1000gr menerima total parenteral nutrisi sampai dengan setengah dari jumlah kalori yang diberikan peroral. Dokter jaga juga diperintahkan untuk melakukan hal yang sama sesuai perintah. Begitu pula resident yang melalui stase NICU juga mengikuti protokol yang telah dikemukakan seperti diatas. Sehingga tidak ada lagi modifikasi dalam managemen, pemeriksaan klinis, peralatan-perlengkapan, dan infrastruktur (seperti perawat yang bertugas) di unit tersebut selama masa percobaan.

NEC dikategorikan oleh klasifikasi bell yang sudah dimodifikasi. Diagnosis dan klasifikasi dari NEC ditegakkan oleh 2 ahli neonatologis senior independen yang tidak mengetahui pembagian kelompok pada bayi tersebut. Jika mereka tidak setuju pada pengklasifikasian tersebut, dimintakan pendapat ketiga dari ahli neonatologis yang lain untuk mengambil keputusan. Gambaran demografi dan variabel klinis yang merupakan faktor resiko yang potensial untuk NEC secara abstrak prospektiv berasal dari data-data medis (medical record) menggunakan definisi berikut ini. Ibu yag menerima 2 dosis betamethason atau dexamethason yang diberikan > 24 jam sebelum melahirkan dipertimbangkan sudah dalam tahap steroid prenatal. Bayi dengan berat lahir >2SD dibawah rerata untuk usia kehamilan dipertimbangkan sebagai kecil usia kehamilan (KMK). Ruptur membran amnion/ketuban lama (prolong) didefinisikan sebagai pecahnya membran amnion >18 jam sebelum kelahiran. Chorioamnionitis didefinisikan sebagai demam maternal, cairan ketuban keruh dan berbau, dan pada hitung sel darah putih (Differential count) bergeser kekiri. Dan telah dikonfirmasi oleh ahli obstetri. Keadaan asfiksia didefinisikan sebagai berikut: (1) pH umbilicus < 7,0, (2) Apgar score < 3 pada 5 menit pertama, (3) manifestasi neurologis meliputi kejang hipotonis atau keadaan hipoxic-iskemia encepalopathy, dan (4) multipel organ failure. Surfaktan diberikan untuk syndrom distres pernapasan dalam 2 jam sesudah lahir dalam kasus bayi yang memerlukan ventilasi yang memerlukan suplemen oksigen dengan FiO2 > 0,40 dan memperlihatkan tipe perubahan radiologis semacam sindrom distres pernapasan. Indometasin diberikan jika didapatkan bayi dengan adanya PDA (patent ductus arteriosus) yang memperlihatkan pirau dari kiri ke kanan pada echokardiografi. Sepsis didiagnosa pada bayi dengan tanda klinis dari sepsis setelah proses randomisasi dan dari hasil kultur darah yang terbukti positif. Kejadian ini tidak terbatas dihubungkan dengan kematian atau NEC. Diutamakan hasilnya adalah kejadian dari kematian atau NEC (stadium > 2). Kematian dimasukkan sebagai hasil utama karena hal ini merupakan variabel kompetisi dari NEC.

PROBIOTIK DALAM NECROTIZING ENTEROCOLITIS (NEC)

Sampel- Penghitungan Dan Statistik

Data-data penulis memperlihatkan bahwa gabungan kejadian dari NEC atau kematian sekitar~23%. Set α error < style=""> NEC atau kematian sebanyak 50%, jumlah total yang dibutuhkan untuk memferifikasi hipotesis kami sekitar 338 (169 per arm dari penelitian).

Uji X2 digunakan untuk menganalisa data yang terkategorikan, along with Fisher’s exact tes when aplicable. Student’s t tes digunakan untuk data berikutnya. Sebuah model regresi logistik digunakan untuk menganalisa pengaruh perlakuan pada variabel hasil primer dan sekunder (kematian, NEC dan sepsis)

HASIL

Terdapat 417 BBLSR terdaftar di bagian PICU penulisselama 4-5 tahun masa penelitian. Dari sekian bayi tersebut, sebanyak 50 tak memenuhi syarat sebagai sampel (n=42) atau mengalami NEC sebelum usia 7 hari sesudah kelahiran (n=6), atau keluarga tidak setuju (n=2). Sehingga total 367 bayi yang terdaftar dalam percobaan: 180 dalam kelompok yang diteliti dan 187 dalam kelompok kontrol. 56 bayi dalam kelompok yang diteliti dan 61 bayi dari kelompok kontrol diberi asupan dari BANK ASI. Sedangkan kondisi klinis maternal, demografi bayi dan karakteristik klinis tidak berbeda diantara ke 2 kelompok (Tabel 1). Pada karakteristik klinik bayi tidak berbeda pada ke 2 kelompok bayi (Tabel 2). Tak satupun dari bayi-bayi yang menderita asfiksia mengidap NEC.

Tabel 3 memperlihatkan hasil dari penelitian melalui analisis logistik regresi. Tingkat kejadian kematian atau NEC secara signifikan lebih rendah pada kelompok probiotik ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol (9 dari 180[5%] dibanding 24 dari 187 [12.8%],secara respectiv; P = .009). Tingkat kejadian NEC juga lebih rendah pada kelompok yang diteliti dibanding pada kelompok kontrol (2 dari 180 [1.2%] dibanding 10 dari 186 [5.3%], dengan respetively; P = .04). didapatkan 6 kasus NEC berat (Bell stadium 3) pada kelompok kontrol dan tak satupun pada kelompok probiotik (P = .03 oleh analisis bivariate). Tingkat kejadian dari hasil kultur yang terbukti sepsis secara signifikan lebih rendah pada kelompok yang diteliti (probiotik) (P = .03). Tak satupun dari kultur yang positif tadi menumbuhkan actobacillus atau spesies Bifidobacterium. Tingkat kejadian NEC atau sepsis lebih rendah pada kelompok probiotik (24 dari 180 [13.3]dibanding 46 dari 187 [24.6%],respectibely; P< .03). Tingkat kejadian kematian, NEC, atau sepsis secara signifikan juga lebih rendah pada kelompok probiotik (31 dari 180 [17.2%] dibanding 60 dari187 [32.1%], repectively; P <.009).

Tabel 1. Klinis maternal dan demografi bayi dan karakteristik klinis

karakteristik

Kelompok Diteliti

( N = 180 )

Kelompok Kontrol

( N = 187 )

Ketuban pecah dini, n(%)

53 (29.4)

43 (23.0)

Preeklamsia, n(%)

26 (14.4)

24 (12.8)

Prenatal Steroid, n(%)

121 (67.2)

114 (61.0)

SCTP, n(%)

104 (57.8)

100 (53.5)

Multipregnancy, n(%)

34 (18.9)

33 (17.6)

Chorioamnionitis, n(%)

9 (5.0)

10 (5.3)

Laki-laki, n(%)

84 (46.7)

100 (53.5)

Kecil Masa Kehamilan, n(%)

42 (23.3)

41 (22.8)

Usia kehamilan, mgg

28.5 + 2.5*

28.2 + 2.5*

Berat lahir, gr

1104 + 242*

1071 + 243*

Apgar (5 menit)

<3

41

44

4-6

41

49

>7

98

94

Asfiksia, n(%)

4 (2.2)

6 (3.2)

Ph

7.29 + 1*

7.29 + 11*

Tak satupun dari perbedaan diatas yang secara statistik signifikan (P>.05)

*Nilai adalah rerata + SD

Tabel 2.variabel klinis pada kelompok bayi yang diteliti (Probiotik).

Variabel

Kelompok yg Diteliti

( N = 180 )

Kelompok Kontrol

( N = 187 )

Usia terdaftar,* hari

Nothing per oral, hari

Total parenteral nutisi, hari

Jumlah makanan 14 hari ml/kg$


DISKUSI

Penelitian kami memeperlihatkan bahwa infloran mengurangi tingkat kejadian (insidensi) dan severitas dari NEC pada BBLSR. Kami juga menemukan bahwa kelompok yang diteliti (studi) memiliki insidensi lebih rendah terhadap NEC dan sepsis. Menurut data penulis, jumlah yang diperlukan untuk merawat untuk mencegah 1 kasus NEC adalah 27, dan jumlah yang diperlukan untuk merawat untuk mencegah 1 kematian karena NEC adalah 31.

Meskipun banyak variabel berhubungan dengan perkembangan NEC, hanya prematuritas dan berat lahir rendah yang secara konstan diidentifikasi dalam penelitian case control. Faktor-faktor lain yang dihubungkan dengan peningkatan resiko NEC seperti kelahiran pervaginam, kebutuhan dukungan ventilator mekanik, pemberian glukokortikoid dan indometasin selama kehidupan minggu pertama, tidak digunakannya cateter arteri umbilicalis, nilai APGAR score yang rendah pada 5 menit pertama. Karena penelitian saat ini didesain secara acak (random), trial control, faktor-faktor resiko ini didistribusikan secara acakdan diperlihatkan tanpa adanya perbedaan diantara 2 kelompok.

Sebuah patogenesis yang diusulkan sebagai komponen utama pada NEC adalah interaksi bakteri dengan usus yang prematur. sebuah fakta bahwa NEC tidak terjadi di uterus meskipun stres dan ingesti fetal sebanyak 150 ml/kg/hari terhadap cairan amniom yang mengandung protein, karbohidrat dan lemak, imunoglobulin, dan elektrolit memberi kesan bahwa kolonisasi bakteri adalah faktor penting pada patogenesis penyakit ini. Sebuah percobaan pada binatang terhadap NEC memperlihatkan kebutuhan untuk kolonisasi bakteri apda perkembangan dari NEC.

Flora mikrobiologi intstinum merupakan faktor penting pada mekanisme pertahanan host melawan infeksi bakteri. Lawrence dkk memperlihatkan bahwa kolonisasi usus dengan jumlah sedikit dan keberadaan spesies bakteri dapat dihambat oleh lingkungan yang steril. Mereka berspekulasi bahwa kondisi lingkungan yang kurang steril di NICU menyebabkan kolonisasi intestinal dengan absorbsi dari toksin bakteri yang hidup yang mungkin merusak illeum imatur, menyebabkan perkembangan dari NEC. Hay dkk dan Miller dkk mengobservasi perubahan baik kuantitatif maupun kualitatifpada flora fecal sebelum terjadinya NEC. Mereka mengobservasi sebuah kemunduran pada variasi spesies dan pergeseran kearah predominan dari enterobactericiae sebelum terjadinya NEC. Gewalb dkk melaporkan bahwa bifidobacterium dan lactobacillus ditemukan pada bekas popok atau sandaran dari bayi pada <5%>

Mekanisme potensial yang mana probiotik mungkin melindungi bayi beresiko tinggi dari perkembangan NEC termasuk didalamnya peningkatan barier mukosa terhadap perpindahan bakteri dan produknya melewati mukosa, pengelluaran secara kompetitif patogen yang potensial, modifikasi respon host terhadap produk mikroba dan peningkatan nutrisi enteral yang menghambat pertumbuhan dari berbagai kuman patogen seperti klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, dan Candida albicans.

Ada faktor-faktor lai ndari data-data penelitian yang mendukung bahwa invasi mikroba sebagai faktor yang memiliki peranan kejadian NEC. Observasi ini mengemukakan bahwa perubahan flora mikroba melalui makanan enteral semacam probiotik mungkin menguntungkan. Akantetapi, ada kekurangan dalampercobaan klinik untuk mengkonfirmasi hipotesis ini.

Infloran telah dipakai sebagai probiotik untuk mengurangi tingkat insidensi NEC oleh hayes. Dalam penelitian itu, seperempat tablet infloran diberikan ke semua bayi yang terdaftar di NICU. Hasilnya memperlihatkan penurunan yang signifikan dari NEC dan NEC yang berhubungan dengan kematian pada pengobatan infloran ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini mendukung dugaan percobaan random trial-control untuk memperbarui kemanjuran dari penelitian kami.

Dalam penelitian multicenter-double blind baru-baru ini . 585 bayi dengan usia gestasi <33>2 minggu ketika diacak /random dengan pemberian placebo atau Lactobcillusrhamnosus GG 1x/hari dari mulai makan sampai akhir(disharge). Pengukuran hasil meliputi insidensi ISK, sepsis bakeri dan NEC. Tidak ada perbedaan signifikan dintara kelompok probiotik dan placebo dalam hal 3 variabel tadi. Namun rerata kejadian pada kelompok kontrol untuk 2 variabel (NEC: 1,4%; Sepsis: 3,4%), yang memerlukan jauh lebih banyak sampel untuk membuktikan hipotesis mereka.ada percobaan lain diantara percobaab tersebut dengan penelitian kami . kami menggunakan infloran sebuah probiotik dari hasil kultur dari bekas dudukan neonatus dan mengandung L acidophilus dan B infantis. Perbedaan lain dari usia bayi yang terdaftar ntuk diteliti. Pada penelitian kami usia bayi bayi 1 minggu dan 2 minggu untuk penelitian mereka.

Penelitian kami memperlihatkan bahwa kelompok yang diteliti(studi) memiliki tingkat insidensi yang lebih rendah dari NEC dan SEPSIS. Mekanisme dari kemanjuran probiotik dalam mengurangi tingkat insidensi sepsis pada BBLSR mungkin sama dengan NEC dan memungkinkan terjadinya peningkatan dari kolonisasi mikroflora yang diinginkan seperti Streptococcus salivarius.

Meskipun wagner dkk menyarankan bahwa masalah keamanan penanganan dengan probiotik perlu ditujukan kepada host dengan kondisi imunodefisiensi seperti neonatus, kami tidak mengobservasi komplikasi (seperti sepsis karena Lactobacillus atau Bifidobacterium) karena infloran ini. Namun, percobaan kami tidak mempunyai kekuatan mengevaluasi keamanan dalam hal resiko yang mungkin karena kejadian sepsis lactobacillus atau sepsis Bifidobacterium.

Kami mengobservasi 6 bayi dengan NEC sebelum masuk ke percobaan dan pemberian makanan enteral.5 dari mereka memiliki berat <1000gr.>

KESIMPULAN

Pemberian infloran oral pada BBLSR mengurangiinsidensi dan severitas dari NEC,dan infloran sebagai probiotik melindungi BBLSR dari NEC.

ACKNOWLEDGMENTS

Penelitian ini didukung oleh Research Department of China Medical University Hospital (grant DMR90140)