Tuesday, November 20, 2007

IMMUNOPATOFISIOLOGI CANDIDIASIS PADA PASIEN IMMUNOKOMPROMAIS

IMMUNOPATOFISIOLOGI CANDIDIASIS PADA PASIEN IMMUNOKOMPROMAIS


Pendahuluan

Fungsi utama system imun adalah mencegah infeksi dan menyingkiurkan mikroba yang sudah ada dalam jaringan. System imun terdiri atas imunitas nonspesifik (alamiah, innate, native) dan spesifik (acquired, adaptif). Sistem nonspesifik yang bekerja baik ditemukan pada individu sehat, siap menyerang dan menyingkirkan mikroba yang masuk ke dalam tubuh dengan cepat. Imunitas spesifik baru dirangsang oleh mikroba maupun yang berhasil memasuki tubuh. Reaksi imunitas spesifik dapat diarahkan terhadap mikroba maupun terhadap antigen nonmikroba. Imunitas spesifik juga memberikan sinyal ke system imun spesifik dan sebaliknya, imunitas spesifik dapat mengaktifkan imunitas nonspesifik untuk membantu menyingkirkan mikroba (simpo).



Awal kerja system imun

Neutrofil, monosit dan makrofag (semua disebut fagosit) merupakan komponen sistem imun non psesifik yang menggunakan berbagai reseptor membrane/molekul permukaan untuk mengenal dan menangkap mikroba. Pengenalan tersebut merupakan awal fungsi sel imun nonspesifik/fagosit untuk menyingkirkan mikroba yang berhasil masuk tubuh. Ikatan reseptor fagosit dan mikroba akan mengaktifkan fagosit untuk membunuh mikroba. Fagosit yang diaktifkan memproduksi sejumlaj mediator dan sitokin antara lain TNF-α yang selanjutnya merangsang endotel untuk memproduksi berbagai kemokin dan meningkatkan fagosit bermigrasi ke tempat inflamasi untuk menyingkirkan mikroba.(simpo)

Defisiensi Imun (Imunocompromis)

Berbagai keadaan dalam klinik dapat menimbulkan fungsi system imun yang terganggu ayau defisiensi imun (imunokompromis) sehingga tubuh tidak dapat menyingkirkan mikroba yang masuk le dalam tubuh atau mikroba yang sudah ada dalam tubuh dan hibup intraselluler. Adanya defisiensi di klinik harus dicurigai bila ditemukan adanya tanda-tanda kerentanan meningkat terhadap virus, jamur dan protozoa, infeksi sistemik oleh bakteri yang dalam keadaaan biasa mempunyai virulensi rendah, infeksi bakteri piogenik, infeksi bakteri atau autoimunitas. Defisiensi imun dapat terjadi fisiologik misalnya pada kehamilan, pada usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun dan usia lanjut.(simpo_)

Imunodefisiensai sekunder atau didapat merupakan defisiensi yang tersering ditemukan. Defisiensi tersebut dapat mengenai fungsi fagosit. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan defisiensi imun sekunder adalah proses penuaan, malnutrisi, mikroba, penggunaan obat imunosupresirf, sitotoksik/ radiasi, tumor, trauma, tindakan kateterisasi dan bedah penyakit lain seperti diabetes. Defisiensi dapat juga terjadi karena tubuh kehilangan protein yang berlebihan seperti pada apenyakit ginjal dan diare. Pada sindrom nefrotik ditemukan kehilangan protein dan penurunan IgG, IgA yang berarti dengan IgM normal.(swimpo)

Candidiasis

Candidiasis adalah bentuk umum untuk penyakit yang disebabkan oleh spesies candida dan mencakup kolonisasi, infeksi superficial, invasi local (dalam), dan penyebaran hematogen. Penyebab tersering adalah dari jenis spesies Calbicans, C tropicalis dan Torulopsis glabrata. Candida albicans umumnya menyebabkan infeksi superficial kronis pada mukosa penjamu dengan defek pada cell-mediated immunity (CMI), terutama pada HIV-infected pasien.(net)

Gambaran imunologis utama candidiasis

  • Sumber infeksi umumnya dari flora normal host sendiri

  • Barier mukosa yang intak menggambarkan mekanisme pertahanan utama host yang nonspesifik

  • Fagosit menelan ragi namun menyerang pseudomyselia dan myselia

  • Keadaan neutropenia merupakan predisposisi dari penyebaran hematogen

  • Defek Cmi predisposisi bagi penyaikit invasi mukosa

  • Sariawan ,oesofagitis dan vaginitis adalah gambaran utama pada AIDS

  • Candidiasis mukokutan cronik adalah sindrom spesifik pada pasien dengan defek imunoregulator (BCI)*


  1. Respon imun

Respon imun dimulai sewaktu ada picuan oleh antigen yang masuk ke dalam tubuh dan bertemu dengan macrofag sebagai APC (Antigen Presenting cel) yang akan mensekresikan IL-1 (sitokin autocrine) yang berguna untuk dan bergabung dengan HLA klas II sehingga membentuk MHC klas II.Komplek ini akan dipresentasikan pada sel T helper. Sel T helper akan mengalami aktivasi dan mulai menghasilkan sitokin yang dikenal sebagai interleukin-2 (IL-2) dan juga mulai memperlihatkan afinitas reseptor yang tinggi pada permukaannya. Il-2 merupakan sitokin mitogenik yang sangat poten untuk limfosit T dan berguna untuk proliferasi dari sel T. Il-2 juga sangat berguna untuk aktivasi sel Tc dan untuk memicu proliferasi sel ini. Oleh karena akutoaktivasi dari IL-2 sel Th akan mensekresi sitokin yang lain yang akan memacu pertumbuhan, diferensiasi, dan fungsi dari sel B, macrofag dan sel yang lain. Selain IL-2 sel Th juga menghasilkan Il-4 dan Il-6 yang dapat mengaktivasi sel B sebagian untuk menjadi sel plasma yang nantinya akan mensekresikan antibodi spesifik. (*BCI)

Fungsi dari limfosit Tc adalah untuk mengeradikasi sel yang memperlihatkan antigeb asing pada permukaannya seperti pada sel yang terinfeksi virus. Kebanyakan sel Tc memperlihatkan CD8 daripada CD4 oleh sebab itu pengenalan terhadap antigen lebih kepada MHC klas 1. ketika sebuah sel somatik terinfeksi virus, didalam sel ini mungkin tejadi proses pembentukan protein virusakibatnya mungkin rangkaian peptida terlihat pada permukaan dan membentuk kompleks dengan MHC klas 1. kompleks peptida dan MHc klas1 ini kemudian dikenal oleh reseptor sel Tc yang kemudian akan menyebabkan aktivasi dari limfosit Tc yang memungkinkannya untuk dapat membunuh ikatan ini. (Kompleks MHC klas 1 –peptida).

  1. Imunocompromis

Imunocopromis adalah suatu kondisidimana satu atau lebih defek terdapat pada respon imun alami dan adaptif yang mengakibatkan kerentanan terhadap infeksi yang dapat berubah menjadi bahaya pada pasien.

Gangguan respon imun ini dapat menyebabkan tejadinya infeksi. Berikut merupakan kondisi-kondisi bilamana gangguan dapat terjadi:

        1. defek pada respon imun humoral; defisiensi komplemen dan antibodi, menyebabkan gangguan pada opsonifikasi dan baktericidal.

        2. defek pada sistem imun seluler: gangguan pada sistem fagosit (neutrofil dan macrofag) dan imun seler spesifik.

        3. status imun dasar : perbedaan pada capabilitas alami dalam memproduksi TNF

        4. penggunaan imunosupresan

        5. cancer dan penyakit autoimun, diabetes, sirosis hepatis dan CRF.

Tipe Imunocompromis

Faktor Predisposisi

Dampak pada sistem imun

Tipe Infeksi

Obat2an sinar X yang imun osupresif, allograft recipients (ginjal, sumsum tulang, hati) dan terapi kanker.

Penurunan imunitas seluler dan humoral

Infeksi pulmonal, bacteremia, fungal infection, ISK

Virus (rubella, herpes, EB virus, hepatitis virus, HIV)

Replikasi virus pada sel limphoid menyebabkan gangguan fisiologis

Infeksi bakterial; sekunder(fungal dan protozoa) pada AIDS.

Malnutrisi

Hipoplasi limfoid, penurunan limfosit dalam sirkulasi, penurunan kemampuan fagositosis

Campak, TBC, ISPA, infeksi gastrointestinal.

Tumor

Perubahan pada sistem imun sel

Bacteremia, pneumonia, ISK

Asap rokok,partikel inhalasi (silika, spora jamur)

Inflamasi pulmonal, pengendapan imun komplek

ISPA, respon alergi

Penyakit endokrin kronis (diabetes)

Penurunan kemampuan fagositosis

Infeksi Staphylococcus, TBC, ISPA, Bacterremia

Defisiensi imun primer

Penurunan imun seller dan humoral

Infeksi Staphylococcus, TBC, ISPA, Bacterremia

Dalam penelitian yang dilakukan Prof.Guntur dengan membandingkan pasien dengan imunokompromis dengan yang bukan imonokompromis menunjukan hasil bahwa TNF-alpha pada IC pasien lebih tinggi daripada pasien NIC. TNF-alphaadalah suatu sitokin yang yang dihasilkan macrofag. Peningkatan TNF-alpha menyebabkan penekanan terhadap sumsum tulang, limfopenia, peningkatan sistem koagulasi dengan cara mempengarugi keseimbangan antara procoagulan dan anticoagulan, dan juga mengakibatkan proteolitic musculer, yang mengarah pada kejadian cachexia yang menyebabkan imunodefisiensi.

Selain itu derejat dari IL-10 pada pasien IC juga lebih tinggi dibanding pasien NIC. Hal ini mengindikasikan pada pasien IC terjadi kerusakanfungsi dari limfosit Th2 (tidak lagi fisiologis). IL-10 merupakan sitokin yang diproduksi oleh limfosit Th2 sewsudah distimulasi oleh APC sebagai sitokin antiinflamasi..

Selain itu juga terjadi peningkatan IgG yang mengindikasikan gangguan pada sistem imun humoral. Peningkatan IgG menyebabkan pasien rentan terjadi kerusakan sel endotel.. pada pasien IC terjadi penurunan konsentrasi plasma C3. C3 adalah molekul dari sistem imun nonspesifik yang dalam keadaan inaktif larut dalam plasma. C3 dapat diaktifkan sewaktu-waktu oleh suatu substansi contoh antigen, toxin, imuncomplek. C3 merupakan komplemen yang diperlukan untuk opzonifikasi, khemotaksis, dan mengeliminir komplek antigen-antibodi, sehingga komplemen ini dapat melisiskan dinding bakteri. Sehingga penurunan dari C3 mengakibatkan penurunan pertahananterhadap bakteri, sehingga rawan infeksi.


  1. Aspek Imunologis Infeksi Candida

        1. Virulensi Jamur Candida

Terdapat dua faktor virulensi Candida :

  1. Dinding Sel

Faktor virulensi Candida yang menentukan adalah dinding sel. Dinding sel berperan penting karena merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel pejamu. Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara lain turunan mannoprotein yang mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu. 1,2

Candida tidak hanya menempel, namun juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin. 1,3

  1. Sifat dimorfik Candida

Faktor virulensi lain adalah sifat dimorfik Candida. Yaitu kemampuan Candida berubah bentuk menjadi pseudohifa. Bahkan sebagian peneliti menyatakan sifatnya yang pleomorfik. Sifat morfologis yang dinamis merupakan cara untuk beradaptasi dengan keadaan sekitar. Terdapat dua bentuk utama Candida : 1, 2

    • Bentuk ragi (spora)

    • Bentuk pseudohifa ( hifa, miselium, filamen).

Dalam keadaan patogen, C. albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk pseudohifa dibandingkan bentuk spora.

Bentuk hifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk spora karena :

          • Ukurannya lebih besar dan lebih sulit difagositosis oleh sel makrofag, sehingga mekanisme di luar sel untuk mengeliminasi pseudohifa dari jaringan terinfeksi sangatlah penting.

          • Terdapatnya titik-titik blastokonidia multipel pada satu filamen sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.

Perubahan dari komensal menjadi patogen merupakan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitarnya. Pertumbuhan dan perubahan bentuk dari ragi menjadi hifa yang lebih invasif juga dipengaruhi imunitas selular. IFN-γ memblok transisi bentuk sel ragi menjadi bentuk pseudohifa. 1

        1. Imunomodulasi dan Adhesi

Terdapat dua aspek utama dalam interaksi antara pejamu dan parasit, yaitu imunomodulasi respons imun pejamu serta adesi sel jamur pada hospes. 1

  1. Imunomodulasi respons imun pejamu

Imunomodulasi adalah kemampuan potensial sel Candida dalam memodulasi sistem imunologi pejamu, berupa rangsangan untuk meningkatkan atau menurunkan reaksi imun pejamu.1

Zat seperti khitin, glukan, dan mannoprotein adalah kandungan yang terdapat dalam dinding sel yang berperan dalam proses imunomodulasi. Respons tersebut di antaranya menyebabkan diproduksinya sejumlah protein yang disebut sebagai heat shock proteins (hsp). Pada Candida, hsp juga berperan dalam merangsang respons imun pejamu, di samping perannya dalam proses pertumbuhan. Pada Candida terdapat dua famili hsp yang dikenal, yaitu hsp90 dan hsp70.1

  1. Adhesi sel jamur pada hospes

Aspek interaksi yang kedua adalah adhesi yang merupakan syarat terjadinya kolonisasi. Dengan adhesi Candida melekat pada sel epitel, sel endotel, faktor terlarut, dan matriks ekstraselular. Interaksi antara Candida dengan pejamu melibatkan sel fagosit, sel organ pejamu yang terinfeksi, matriks ekstraselular, dan protein yang terlarut dalam serum. 1

Protein yang berperan sebagai mediator adhesi dikelompokkan sebagai berikut : 1,2

  • Protein serum (serum albumin dan transferin, fibrinogen, fragmen komplemen C3d, fragmen komplemen iC3b).

  • Protein matriks ekstraselular (laminin, fibronectin, entactin, vitronectin, kolagen).

  • Mannan adhesins dan protein pengikat lain (mannan adhesins, protein hidrofobik, fimbriae, plastic-binding protein, epithelial binding lectin-like protein, aglutinin-like proteins, adhesi pada Streptococcus spp., bakteria lain)

  • Adhesi pada protein saliva.




























        1. Respon Imunologis pada Infeksi Candida

Secara umum, percobaan pada tikus memberi kesan bahwa imunitas selular dan humoral mempunyai peranan mayor dan minor dalam sistem pertahanan terhadap infeksi Candida. Sistem kekebalan yang berperan terhadap Candida adalah sistem kekebalan selular, limfosit T bertindak selaku regulator utama. Sel CD4+ dan CD8+ mempunyai peranan dalam respons pejamu terhadap infeksi Candida dan merupakan komponen sentral dalam pertahanan pejamu yang memproduksi sitokin. 1

Dalam dinding sel Candida terdapat bahan polidispersi yang mempunyai berat molekul tinggi yang menginduksi proliferasi limfosit, produksi IL-2 dan IFN-γ, serta membangkitkan perlawanan sitotoksik sel NK. 1

Fungsi limfosit T dalam kekebalan terhadap Candida adalah memproduksi sitokin yang merangsang dan meningkatkan aktivitas kandidisidal sel efektor seperti sel MN dan PMN. Sistem imun selular nonspesifik seperti yang diperankan oleh makrofag, PMN, dan sel-sel NK lebih dominan pada infeksi sistemik dibandingkan infeksi superfisial dan mukosal. 1

Secara in vitro maupun in vivo diketahui bahwa sel CD4+ adalah sel T yang terlibat dalam membangkitkan imunitas selular terhadap Candida. Sel CD8+ juga mempunyai efek bagi pertahanan tubuh terhadap Candida, hanya lebih kecil dan tertutup oleh CD4. Efek yang dibutuhkan dari CD4 adalah kemampuan memproduksi sitokin, misalnya TNF-α, yang meningkatkan aktivitas sel-sel fagositik. 1

Stimulasi sel mononuklear darah perifer manusia oleh Candida atau antigennya mengakibatkan diproduksinya beberapa sitokin yang berbeda. Sel mononuklear wanita sehat akan memproduksi TNF dan IL-1. 1

IL-1 merupakan sitokin yang memicu produksi IL-2 oleh Th1. IL-2 akan merangsang replikasi Th1. Selain itu, Th1 memproduksi IFN-γ yang dapat menginhibisi pembentukan germ tube. 1

Peranan CD8+ dalam patogenesis dan resolusi infeksi pada kandidosis mungkin membantu melisis PMN yang terinfeksi, memproduksi sitokin untuk mengaktivasi sel fagosit, dan memodulasi aktivitas efektor sel-sel CD4+. Sitokin tidak hanya penting sebagai penghubung antara limfosit T dan sel fagosit, namun juga penting untuk koordinasi sel T. 1



  1. Patologi candidiasis pada pasien imunocompromis

Candida albicans umumnya menyebabkan infeksi superfisial kronik pada mukosa host dengan defek sistem imun terutama pada pasien dengan infeksi HIV. Infeksi candida ini yang sering didapatkan yaitu candidiasis oropharing. Pada infeksi jenis ini sering ditemukan mlekul perlekatan dan invasi jaringan yang disebut SAP (secreted aspartic proteinase) yang paling tidak ada 9 turunannya.mekanisme pertahanan pada permukaan mukosa host terhadap C.albicans diperantarai oleh CMI oleh sel T CD4+. Mekanisme imun ini melibatkan sitokin dari TH1,dimana yang rentan infeksi candida adalah respon dari TH2.selain itu sekresi sistem imun terutama IgA juga memainkan peranan.fungsi dari IgA ini telah dinpuyblikasikan karena kemampuannya dalm menghambat perlekatan dari C.albicans pada sell epitel buccal (Longitudinal Study of Anti-Candida albicans Mucosal Immunity Against Aspartic Proteinases in HIV-Infected Patients)



Imunitas protektif terhadap candida melibatkan baik sel2 alami atau adaptif dan respon imn humoral.data saat ini memperlihatkan proteksi terhadap penyakit sistemik di mediasi secara primer oleh imunitas alami melalui mekanisme mula2

(neutrofil)dan imunitas humoral yang biasanya tidak sesuai pada pasien yang menerima obat2an imunosupresif dan atau terapi sitotoksik. Kesebalikannya proteksi terhadap penyakit candidiasis mucocutan dipercayakan terhadap CMI dan sel T yang biasanya terganggu pada pasien dengan defisiensi imunitas berat. Data saat ini menunjukan bahwa paien CMC memiliki susunan produksi sitokin yang berubah sebagai respon terhadap antigen candida yaitu dengan turunnya / rendahnya produksi IL-2, peningkatan produksi IL-6dan titer yang tinggi dari IgG dan IgA spesifik candida jumlahnya tetap dengan jumlah produksi sitokin dati Th1 yang rendah dan Th2 yang tinggi. Copyright © 2003, American Society for Microbiology. (deregulated-flas ).

Menurut wetao huang bahwa suatu mIL-17A/mIL-17AR yang merupakan sitokin proinflamatorydiperlukan untuk pertahanan host invivo IL-17A dapat merupakan terapi potensial bagi infeksi sistemik C.albicans pada pasien imunocompromisdengan cancer atau sindrom penurunan imunitas didapat. Requirement of Interleukin-17A for Systemic AntiCandida albicans Host Defense in Mice

http://www.journals.uchicago.edu/JID/journal/issues/v190n3/32115/32115.html

HUMORAL IMMUNITY
respon Antibody secara umum dan spesifik pada candida secara berulang-ulang menunjukan hasil yang tetap/utuh.data dari D lilic dan I Grevenor menunjukan titer dari spesifik antibodi IgG dan IgA yang sangat tinggi pada semua pasien.

T CELL MEDIATED IMMUNITY AND CYTOKINES
proteksi dari mucocutan candidiasis secara berulan-ulang menunjukan ketergantungan pada imunitas seluler. Jelas bahwa pasien dengan defek pada sel T (kombinasi defisiensi imun berat /Goerge syndrom), dan utamanya sel T CD4+ akn mudah terinfeksi oleh candida (patients denganAIDS).baru-baru ini teridentifikasi bahwa pasien yang terlahir dengan defisiensi pada reseptor i (IFN-{gamma}) dan (IL-12) menunjukan kerentanan terhadap mycobacteria serta candidiasis persisten. Beberapa penelitian menunjukan IFN-{gamma} dan IL-12 diperlukan untuk keberlangsungan hidup dan pembersihan dari infeksi. © 2001 Journal of Clinical Pathology







No comments: