Monday, November 19, 2007

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL
DENGAN
SPEKTOFOTOMETRI DAN HPLC

Disusun oleh:

Chrisye Dewi Puspita

FKK / Kel.A4

05 8114 072

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

Tujuan
Mahasiswa mampu menentukan kadar parasetamol dalam darah dengan Spektrofotometri dan HPLC.

Dasar Teori
Untuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk aktifnya harus berinteraksi dengan reseptor atau tempat aksi atau sel target, dengan kadar yang cukup tinggi. Sebelum mencapai reseptor, obat terlebih dahulu harus melalui proses farmakokinetik. Fasa farmakokinetik meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang menghasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah yang akan didistribusikan kejaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berada. Faktor – faktor penentu dalam proses farmakokinetik adalah :
1. Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti : cairan intrasel, ekstrasel (plasma darah, cairan interstitial, cairan cerebrospinal) dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.
2. Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin dapat mengikat obat.
3. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat menentukan kinetika obat.
4. Dosis sediaan obat, transport antar kompartemen seperti proses absorpsi, bioaktivasi, biodegradasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh (Siswandono, 1998).
Karena konsentrasi obat adalah elemen penting untuk menentukan farmakokinetika suatu individu maupun populasi, konsentrasi obat diukur dalam sample biologi seperti air susu, saliva, plasma dan urine. Sensitivitas, akurasi, dan presisi dari metode analisis harus ada untuk pengukuran secara langsung obat dalam matriks biologis. Untuk itu metode penetapan kadar secara umum perlu divalidasi sehingga informasi yang akurat didapatkan untuk monitoring farmakokinetik dan klinik (Shargel, 1999).
Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum, atau plasma adalah pendekatan secara langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat di tubuh. Darah mengandung elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keping darah, dan protein seperti albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan untuk pengukuran obat. Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan dan serum diambil dari supernatan setelah disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatan darah yang disentrifugasi dengan ditambahkan antikoagulan seperti heparin. Oleh karena itu serum dan plasma tidak sama. Plasma mengalir keseluruh jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler dari darah. Dengan berasumsi bahwa obat di plasma dalam kesetimbangan equilibrium dengan jaringan, perubahan konsentrasi obat akan merefleksikan perubahan konsentrasi perubahan konsentrasi obat di jaringan (Shergel, 1999).
Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal - hal penting dalam farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter – parameter, antara lain yaitu :
Tetapan (laju) invasi atau tetapan absorpsi.
Volume distribusi menghubungkan jumlah obat di dalam tubuh dengan konsentrasi obat ( C ) di dalam darah atau plasma.
Ikatan protein.
Laju eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t1/2).
Bersihan (Cleareance) renal, ekstrarenal dan total.
Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC), dan
Ketersediaan hayati.
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang digunakan harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan suatu ketelitian yang cukup tinggi agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan yang fatal. Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10% (tergantung pula alat apa yang digunakan dalam analisis) (Ritschel, 1976).
Cepat, simpel, dan sensitive telah membuat spektrofotometer UV-VIS menjadi suatu metode analisis farmasetika yang sangat popular untuk pengukuran secara kuantitatif obat dan metabolit dalam sampel biologi. Salah satu alasan penting atas kepopulerannya karena sensitivitas dari metode ini 1-10 g/ml. Identifikasi kualitatif dari obat atau metabolit menggunakan spektrofotometri UV-VIS berdasarkan pada panjang gelombang maksimum yang diabsorpsi (max). Perhitungan konsentrasi obat atau metabolit menggunakan hukum Beer pada max. Pada absorpsi yang maksimum, sensitivitas optimum akan didapat. Karena perubahan absorbansi minimal untuk sedikit perubahan panjang gelombang, error diminimalkan. Hasilnya akurasi dan presisi yang baik didapatkan (Smith,1981).
HPLC merupakan istilah yang dipakai di dunia internal yang mengandung dualisme pengertian, yaitu High Performance Liquid Chromatography atau High Pressure Liquid Chromatography. Jika ditinjau dari sistem peralatannya, maka HPLC termasuk kromatorafi kolom karena dipakai fase diamnya yang diisikan atau ter”packing” di dalam kolom. Tetapi, bila ditinjau dari proses pemisahannya, HPLC dapat digolongkan sebagai kromatografi adsorbsi atau partisi, tergantung daripada butiran-butiran adsorben yang ada pada kolom (Roth, 1994).
HPLC telah berkembang ke arah yang lebih luas, yaitu proses pemisahan berdasarkan aktifitas, filtrasi gel, dan ion yang berpasangan, akan tetapi proses pemisahannya tetap dilaksanakan di dalam kolom isertai pemakaian pelarut pengimbangan dengan tekanan tinggi (Khopkar, 2002).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis dengan HPLC :
Dipilih pelarut pengimbang atau pelarut pengembang campur yang sesuai untuk komponen yang dipisah
Berkaitan dengan pemilihan pelarut pengembang (solvent) maka kolom yang dipake juga harus diperhatian
Detektor yang memadai
Pengetahuan dasar HPLC yang baik serta pengalaman dan keterampilan kerja yang baik (Roth, 1994).
Berdasarkan sistem peralatannya maka HPLC termasuk kromatografi kolom karena dipakai pada fase diam yang terpacking di dalam kolom, sedangkan berdasarkan proses pemisahannya HPLC digolongkan sebagai kromatografi adsorpsi dan kromatografi partisi. Prinsip kromatopgrafi partisi didasarkan pada partisi linarut antara dua pelarut yang tidak bercampur yang ada pada fase diam dan fase gerak. Jika linarut ditambahkan ke dalam sistem yang terdiri dari dua pelarut yang tak bercampur dan keseluruhan sistem dibiarkan setimbang, linarut akan tersebar antara dua fase menurut persamaan :
K = Cs
Cm
K adalah koefisien distribusi dan Cs dan Cm adalah konsentrasi linarut berturut-turut dalam fase diam dan fase gerak (Johnson dan Stevenson, 1978).
Parasetamol atau asetaminophen, N-asetil-4Aminofeno (C8H9NO2), dengan BM 151,16 dan mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 1001,0% C8H9NO2. Pemerian hablur atau serbuk hablur berwarna putih tidak berbau dan rasa pahit. Kelarutan dalam 70 bagian air dan 7 bagian etanol (95%) P dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkalihidroksida. Khasiat dan kegunaan yaitu analgetikum, antipiretikum (Anonim, 1995)
Gambar struktur parasetamol:


Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 1/2 jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersbar ke sluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25 % parasetamol terikat protein plasma. Parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. (Anonim,1995).
Parasetamol sejumlah 10-15 gram dapat menyebabkan nekrosis hepatoseluler berat dan kadang-kadang nekrosis tubuli ginjal. Kadar dalam darah antara 4-10 jam setelah minum obat, yang mencapai 300 µg/ml dapat menyebabkan kerusakan hati (Wenas, 1999).

Alat dan Bahan
Alat :
Pipet volume 0,5 ; 1 ; 2,5 ml
Labu takar 100 ml
Pipet volume 0,1 ; 0,2 ;1 ; 2 ml
Tabung reaksi
Pipet ukur 5 ml
Visible spectrophotometer
Scalpel
Sentrifuge
Stopwatch
Mikropipet
Vortex
Bahan :
Asam trikloroasetat ( TCA ) 10 %
Natrium Nitrit ( 10 % dibuat baru )
Asam sulfamat 15 %
Natrium hidroksida ( NaOH ) 10 %
Asam klorida 6 N
Larutan Parasetamol X % dalam propilenglikol 40% atau tilosa 1 %
Darah ( tikus)
Skema Kerja
Penetapan kadar Parasetamol dengan spektrofotometri
Pembuatan larutan parasetamol
Pembuatan larutan persediaan parasetamol yang ditimbang seksama dilarutkan dalam aquadest panas sampai 100,0 ml

Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol, sebanyak 1,000; 2,000; 3,000; 4,000; dan 5,000 ml

larutan parasetamol ditambahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml menggunakan buret 5 ml

encerkan dengan aquadest sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 100, 150, 200, 250, 300, 400, dan 500 µg/ml

Penentuan λ maks
Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 100, 250, dan 500 µg/ml diambil 1,0 ml, lalu ditambahkan ke dalam 3 tabung sentrifuge yang masing-masing berisi 1,0 ml plasma

Pada masing-masing tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%

campur dan disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 3500rpm.

Supernatan bening yang terjadi dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N, 1 ml NaNO2 10% dan didiamkan selama 15 menit

Dengan hati-hati tambahkan 1 ml asam sulfamat 15% lewat dinding tabung, kemudian ditambahkan 3,5 ml NaOH 10% dan aquadest sampai tanda

Saring dan degasing selama 5 menit. Serapan dibaca pada operating time yang telah diperoleh pada panjang gelombang 380-580 nm

Pembuatan kurva baku parasetamol
Dari tiap-tiap kadar larutan intermediet parasetamol diambil 1,0 ml lalu masing-masing ditambahkan ke dalam 6 tabung sentrifuge yang berisi 1,0 ml plasma sehingga diperoleh seri larutan baku parasetamol dalam plasma dengan kadar 100, 200, 300, 400, 500, 600, dan 700 µg/ml

Tambahkan 2 ml larutan TCA 10%, dicampur dan disentrifuge selama 10 menit pada kecepatan 3500 rpm

Supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N, 1 ml NaNO2 10% dan didiamkan selama 15 menit

Dengan hati-hati tambahkan 1 ml asam sulfamat 15% lewat dinding tabung

kemudian ditambahkan 3,5 ml NaOH 10% dan aquadest sampai tanda

Saring dan degasing selama 5 menit

Serapan dibaca pada operating time yang telah diperoleh pada panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal

Penentuan Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak
 Perolehan Kembali ( Recovery )

Perolehan kembali = P % = Kadar terukur x 100 %
Kadar diketahui

 Kesalahan Sistematik

Kesalahan Sistematik = 100 % - P %


 Kesalahan Acak

Kesalahan acak = Simpangan baku x 100 %
Harga rata – rata

Penetapan kadar Parasetamol dengan HPLC
Pembuatan larutan parasetamol
Pembuatan larutan stok parasetamol dengan konsentrasi 1 mg/ml sebanyak 100ml.
Menimbang seksama parasetamol sebanyak 100 mg.

Melarutkan dulu parasetamol dengan aquadest panas

Memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml.

Di ad aquadest panas sampai tanda pada labu ukur.

Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol
Mengambil sebanyak 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ml larutan stok dengan pipet gondok dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

Menambahkan aquadest sampai tanda sehingga terbentuk larutan intermediet dengan kadar 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700 µg/ml

Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamol
Mengambil 0,5 ml larutan intermediet dengan kadar 200 µg/ml dan 600 µg/ml lalu dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge.

Menambahkan 0,5 ml plasma dan 2 ml TCA 20%.

Mencampurnya dan dilakukan sentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 3000 rpm.

Mengambil supernatan 2,5 ml ke dalam labu ukur 10 ml

Secara berturut-turut menambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml NaNO2 10%

Mendiamkannya selama 15 menit

Menambahkan asam sulfamat 15% melalui dinding tabung sebanyak 1ml

Menambahkan 3,5 ml NaOH 10% dan aquadest sampai tanda.

Disaring dan didegassing selama 5 menit.

Membaca serapan pada operating time yang telah diperoleh pada panjang gelombang 380-580 nm.

Pembuatan kurva baku parasetamol dengan kadar 50, 100, 150, 200, 250, 300, dan 350 µg/ml
Mengambil 0,5 ml dari setiap kadar larutan intermediet lalu dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge.

Menambahkan 0,5 ml plasma dan 2 ml TCA 20%.

Mencampurnya dan dilakukan sentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 3000 rpm.

Mengambil supernatan 2,5 ml ke dalam labu ukur 10 ml

Secara berturut-turut menambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml NaNO2 10%

Mendiamkannya selama 15 menit

Menambahkan asam sulfamat 15% melalui dinding tabung sebanyak 1ml

Menambahkan 3,5 ml NaOH 10% dan aquadest sampai tanda.

Disaring dan didegassing selama 5 menit.

Membaca serapan pada operating time yang telah diperoleh dengan panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal.

Menentukan perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistemik





Pembuatan larutan stok parasetamol dengan konsentrasi 1 mg/ml sebanyak 100ml
Menimbang seksama parasetamol sebanyak 100 mg.

Melarutkan dulu parasetamol dengan aquadest panas

Memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml.

Di ad aquadest panas sampai tanda pada labu ukur.

Melakukan replikasi sebanyak 3 kali

Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol
Mengambil sebanyak 3 dan 6 ml larutan stok dengan pipet gondok dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

Menambahkan aquadest sampai tanda sehingga terbentuk larutan intermediet dengan kadar 300 dan 600µg/ml

Pembuatan larutan recovery
Mengambil 0,5 ml larutan intermediet dengan kadar 300 dan 600 µg/ml lalu dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge.

Menambahkan 0,5 ml plasma dan 2 ml TCA 20%.

Mencampurnya dan dilakukan sentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 3000 rpm

Memindahkan supernatan yang terjadi ke dalam labu ukur 10 ml

Secara berturut-turut menambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml NaNO2 10%

Mendiamkannya selama 15 menit

Menambahkan asam sulfamat 15% melalui dinding tabung sebanyak 1ml

Menambahkan 3,5 ml NaOH 10% dan aquadest sampai tanda.

Disaring dan didegassing selama 5 menit.

Membaca serapan pada operating time yang telah diperoleh dengan panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal.

Pembuatan dan penentuan kadar sampel
Mensentrifuge sampel selama 15 menit pada kecepatan 3000 rpm.

Mengambil supernatan 2,5 ml ke dalam labu ukur 10 ml

Secara berturut-turut menambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml NaNO2 10%

Mendiamkannya selama 15 menit

Menambahkan asam sulfamat 15% melalui dinding tabung sebanyak 1ml

Menambahkan 3,5 ml NaOH 10% dan aquadest sampai tanda.

Disaring dan didegassing selama 5 menit.

Membaca serapan pada operating time yang telah diperoleh dengan panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal.


Metode HPLC
Pembuatan fase gerak campuran aquabidest : asam asetat : etilasetat
(98 :1 : 1) sebanyak 1 liter
Mengambil asam asetat sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 liter.

Menambahkan etil asetat sebanyak 10 ml.

Menambahkan aquabidest sampai tanda.

Kocok labu ukur sampai larutan homogen.

Menyaring larutan tadi dengan alat saring Whatmann.

Pembuatan larutan stok parasetamol dengan konsentrasi 1 mg/ml sebanyak 100ml.
Menimbang seksama parasetamol sebanyak 100 mg.

Memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml.

Di ad fase gerak sampai tanda pada labu ukur.

Pembuatan larutan intermediet parasetamol 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700 µg/ml
Mengambil sebanyak 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ml larutan stok dengan pipet gondok dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

Menambahkan fase gerak sampai tanda



Membuat blangko
Memipet 0,5 ml fase gerak dan memasukkannya ke dalam tabung sentrifuge.

Menambahkan 0,5 ml plasma dan 0,5 ml TCA 10%.

Melakukan sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

Mengambil supernatan sebanyak 700µl

Menambahkan fase gerak sebanyak 4300 µl

Menyaringnya dengan milipore dan mendegassing selama 15 menit.

Penentuan panjang gelombang maksimal
Memipet 0,5 ml larutan intermediet dengan kadar 400 µg/ml dan memasukkannya ke dalam tabung sentrifuge.

Menambahkan 0,5 ml plasma dan 0,5 ml TCA 10%.

Melakukan sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

Mengambil supernatan sebanyak 700µl

Menambahkan fase gerak sebanyak 4300 µl

Menyaringnya dengan milipore dan mendegassing selama 15 menit.

Serapan dibaca menggunakan alat spektrofotometer UV-vis di lantai 3 (alat scanning) dengan panjang gelombang 250nm.


Pembuatan kurva baku dengan kadar 50, 100, 150, 200, 250, 300, dan 350 µg/ml
Memipet 0,5 ml larutan intermediet dari tiap kadar dan memasukkannya ke dalam tabung sentrifuge.

Menambahkan 0,5 ml plasma dan 0,5 ml TCA 10%.

Melakukan sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

Mengambil supernatan sebanyak 700µl

Menambahkan fase gerak sebanyak 4300 µl

Menyaringnya dengan milipore dan mendegassing selama 15 menit.

Pembuatan larutan TCA yang akan diuji pada HPLC (sebagai larutan pembanding)
Memipet 1 ml fase gerak dan memasukkannya ke dalam tabung sentrifuge.

Menambahkan 0,5 ml TCA 10%.

Melakukan sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

Mengambil supernatan sebanyak 700µl

Menambahkan fase gerak sebanyak 4300 µl

Menyaringnya dengan milipore dan mendegassing selama 15 menit

1. Menentukan perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistemik
• Membuat larutan stok 1 mg/ml sebanyak 50 ml
Menimbang seksama parasetamol sebanyak 50 mg.

Memasukkannya ke dalam labu ukur 50 ml.

Di ad fase gerak sampai tanda pada labu ukur.

Melakukan replikasi 3 kali.

• Membuat larutan intermediet dengan kadar 300 dan 600 µg/ml
Mengambil sebanyak 1,5 ml dan 3 ml larutan stok dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

Menambahkan fase gerak sampai tanda.

• Pembuatan larutan recovery
Memipet 0,5 ml larutan intermediet 300 dan 600 µg/ml dan memasukkannya ke dalam tabung sentrifuge.

Menambahkan 0,5 ml plasma dan 0,5 ml TCA 10%

Melakukan sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

Mengambil supernatan sebanyak 700µl

Menambahkan fase gerak sebanyak 4300 µl

Menyaringnya dengan milipore dan mendegassing selama 15 menit

2. Pembuatan sampel
Mensentrifuge sampel selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

Mengambil supernatan sebanyak 700µl

Menambahkan fase gerak sebanyak 4300 µl

Menyaringnya dengan milipore dan mendegassing selama 15 menit

3. Pengukuran kadar dengan metode HPLC
Menginjeksikan blangko pada HPLC sebanyak 20 µl

Analisis HPLC menggunakan kolom C-18 dan detektor 250 nm dengan fase gerak campuran aquadest : asam asetat : etil asetat (98 : 1 : 1) dengan laju alir 1 ml/ menit.

Menghitung luas kromatogram yang terbentuk (AUC).

Melakukan hal yang sama pada sampel, kurva baku, dan larutan recovery.

Pustaka
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, ed. IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia , Jakarta
Ritschel, W. A, 1976, Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st edition, hal 78, Drug Inteligence Publication Inc. Hamillton, USA.
Roth, Herman J., 1994, Analisis Farmasi, ed. II, hal 424-425, UGM Press, Yogyakarta
Smith, R & Steavary, 1981, Text Book of Biopharmaceutics Analysis A
Description of Methods for The Determination of Drug in Biological
Fluid, hal 80, Les & Febiger, Philadelphia
Siswandono, Bambang Soekardjo, 1998, Prinsip-Prinsip Rancangan
Obat, hal 85, Airlangga University Press, Surabaya
Shergel, L., Yu, B.C. Andrew., 1999, Applied Biopharmaceutics &
Pharmacokinetics, edisi 4, hal 30-32, Appleton & Lange, USA
Wenas, 1999, Kelainan Hati Akibat Obat, Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid 1, edisi 3, 363-369, Gaya Baru, Jakarta

1 comment:

Anonymous said...

tramadol online tramadol 325 - buy tramadol cod personal check