DISENTRI AMOEBA DENGAN
DEHIDRA
Oleh :
Arsi Palupi G0000051
Indra Kesuma Dewi G0000096
KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI
FK UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2005
BAB I
PENDAHULUAN
Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica, suatu mikroorganisme anaerob bersel tunggal (protozoon). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya melalui makanan yang terinfeksi serta kontak seksual. Bila tidak diobati dengan tepat dapat menjadi sistemis dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya hati 1.
Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun 2. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba 3. Kista ini memegang peranan dalam penularan penyakit lebih lanjut bila terbawa ke bahan makanan atau air minum oleh lalat atau tangan manusia yang tidak bersih 1. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat prevalensi amebiasis berkisar antara 1-5 %. Di Indonesia diperkirakan insidensinya cukup tinggi. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar 3.
Prognosis disentri amoeba ditentukan oleh berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini yang tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis disentri amoeba adalah baik terutama yang tanpa komplikasi 3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari, atau lebih praktis mendefinisikan diare sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya 4.
Diare secara umum dihubungkan dengan peningkatan volume dan perubahan kosistensi tinja. Pada anak kurang dari dua tahun, diare didefinisikan sebagai pengekuaran tinja lebih dari 10ml/kgBB/hr. Sedangkan pada anak lebih dari 2 tahun, diare didefinisikan pengeluaran tinja lebih dari 200 gram/hari atau dapat dikatakan adanya berak cair empat kali atau lebih dalam satu hari 5.
Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab yang terpenting dan tersering adalah Shigella, khususnya S. Flexneri dan S. Dysenteriae tipe 1. Entamoeba histolytica menyebabkan disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada balita 4. Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica 3.
2. Etiologi
Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus, menembus dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba 3.
3. Epidemiologi
Penyebaran kuman yang menyebabkan diare berkaitan erat dengan perilaku pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Perilaku tersebut diantaranya adalah:
a. tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan.
b. Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman yang berasal dari tinja dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih akan terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum kuman akan tumbuh.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d. Menggunakan air minum yang tercemar oleh tinja.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan 4.
Sedangkan faktor host (pejamu) yang menyebabkan diare antara lain adalah:
a. Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang melindungi kita terhadap kuman penyebab panyakit diare seperti Shigella dan Vibrio cholera.
b. Kurang gizi.
c. Campak. Hal ini akibat penurunan kekebalan pada penderita.
d. Imunodefisiensi/imunosupresi 4.
Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun 2. Disentri amoeba ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung melalui tangan, maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Laju infeksi yang tinggi didapat di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar 3.
4. Patogenesis
Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini 4:
a. Diare osmotik:
Substansi hipertonik nonabsorbsi à peningkatan tekanan osmotik
intralumen usus à cairan masuk ke dalam lumen à diare.
Diare osmotik terjadi karena:
1) pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan magnesium sulfat atau antasida mengandung magnesium.
2) pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi konsentrasi seperti glukosa tetap berada di lumen usus.
3) pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau malasorbsi glukosa-galaktosa.
b. Diare sekretorik:
Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan penurunan absorbsi à diare dengan volume tinja sangat banyak.
1) Malasorbsi asam empedu dan asam lemak:
2) Pada diare ini terjadi pembentukan micelle empedu.
3) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit:
4) Terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K ATP-ase di enterosit dan gangguan absorbsi Na dan air.
5) Gangguan motilitas dan waktu transit usus:
6) Hipermotilitas usus à tidak sempat di absorbsi à diare.
7) Gangguan permeabilitas usus:
8) Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik à gangguan permeabilitas usus.
9) Diare inflamatorik:
10) Kerusakan sel mukosa usus à eksudasi cairan, elektrolit dan mukus yang berlebihan à diare dengan darah dalam tinja.6
11) Diare pada infeksi:
- Virus
- Bakteri
§ Penempelan di mukosa.
§ Toxin yang menyebabkan sekresi.
§ Invasi mukosa.
- Protozoa
§ Penempelan mukosa (Giardia lamblia dan Cryptosporidium)
Menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare
§ Invasi mukosa (Entamoeba histolytica).4
Patogenesis E. histolytica diyakini tergantung pada 2 mekanisme, yaitu kontak sel dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa kematian tergantung kontak oleh trofozoid yang meliputi perlekatan, sitolisis ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin spesifik-galaktosa diduga bertanggung jawab dalam menjembatani perlekatan pada mukosa kolon., Juga telah dirumuskan bahwa amoeba dapat mengeluarkan protein pembentuk pori yang membentuk saluran pada membran sel sasaran hospes. Bila trofozoid E histolytica menginvasi usus, akan menyebabkan tukak dengan sedikit respon radang lokal. Organisme memperbanyak diri dan menyebar di bawah usus untuk menimbulkan ulkus yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada coecum, colon transversum dan kolon sigmoid 2.
5. Klasifikasi
Derajat dehidrasi ditentukan dengan kriteria :
Penilaian | A | B | C |
11 12 3 3 4 5 6 7 8 | LLihat : KKeadaan umum MMata AAir mata MMulut & lidah RRasa haus PPeriksa Turgor Kulit HHasil pemeriksaan | B abaik/sadar normal Aada bbasah mminum biasa tidak haus Kkembali cepat Ttanpa dehidrasi | G ggelisah/rewel ccekung Ttidak ada Ksering Hhaus ingin minum hangat ekembali lambat D edehidrasi ringan/sedang 1 tanda di (+) 1/> tanda lain | L llesu, lunglai atau tidak sadar S ssangat cekung dan kering Ttidak ada Ssangat kering Mmalas minum/tidak bisa minum Kkembali sangat lambat Ddehidrasi berat 1 tanda di (+) 1/> tanda lain |
|
|
|
|
|
Pada kasus ini ada gelisah/rewel, mata cekung, haus, ingin minum terus, sehingga termasuk dalam derajat dehidrasi ringan/sedang 4.
Sedangkan jika diare lamanya sampai 14 hari atau lebih maka diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Diare persisten berat, jika terdapat dehidrasi
b. Diare persisten (saja), jika tidak tedapat dehidrasi.
Jika dalam tinja pada diare terdapat tinja maka disebut sebagai disentri.7
6. Gejala klinis
a. dehidrasi:
ditandai adanya letargi, penurunan kesadaran, fontanela anterior cekung, membran mukosa (mulut) kering, mata cekung, penurunan turgor kulit, capilary refill time memanjang
b. gagal tumbuh dan malnutrisi:
ditandai dengan penurunan massa otot dan lemak serta udem perifer sebagai manifestasi adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral.
c. nyeri perut atau tenesmus:
sifat nyerinya tidak meningkat pada penekanan. Nyeri tersebut berhubungan dengan organisme tertentu.
d. borborygmi:
yaitu peningkatan aktivitas peristaltik yang bisa didengar ataupun diraba, yang terjadi oleh karena peningkatan aktivitas usus.
e. eritema pada daerah pery anal:
berak yang sering akan menyebabkan lecet pada daerah peri anal terutama terjadi pada anak-anak. Bisa juga adanya malasorbsi karbohidrat sekunder akan menghasilkan tinja yang bersifat asam yang akan mengiritasi daerah perianal. Selain itu malasorbsi asam empedu sekunder juga dapat menyebabkan dermatitis daerah perianal dengan gambaran seperti terbakar.5
f. demam ringan
g. perut kembung
h. tinja bercampur darah dan mengandung cukup banyak lendir 2, 3
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Diagnosis pasti dapat ditegakkan bila ditemukan trofozoid motil yang mengandung eritrosit dari sampel tinja segar yang diperiksa 30 menit sejak keluar 2.
b. pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
c. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
d. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan dilakukan pada penderita diare kronik. 8
e. Proktosigmoidoskopi: pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis adanya inflamasi mukosa atau keganasan.
f. Pemeriksaan kadar lemak tinja kuantitatif: tinja dikumpulkan (biasanya 72 jam) harus diperiksa kadar lemak tinja jika dicurigai malasorbsi lemak.
g. Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari 500ml/hari jarang ditemukan pada sindrom usus iritabel.6
8. Komplikasi
Komplikasi disentri amoeba ada 2 yaitu 3
a. Komplikasi intestinal
1). Perdarahan usus
2). Perforasi usus
3). Ameboma
4). Penyempitan usus atau striktura
b. Komplikasi ekstra intestinal
1). Amebiasis hati
2). Amebiasis pleuro pulmonal
3). Abses otak dam limfa
4). Amebiasis kulit
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemi (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemi
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.8
9. Penatalaksanaan1
A. Tujuan terapi :
a. Memperbaiki keadaan umum
b. Memperbaiki status rehidrasi
c. Mencegah terjadinya relaps
d. Membunuh kuman penyebab
B. Manajemen terapi
a. Nonmedikamentosa
1). Diet TK/TP
Biasanya pada penderita disentri mengalami malnutrisi yang biasanya disebabkan adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral 4. Penderita disarankan untuk makan makanan dalam bentuk yang relatif lembek (dengan tujuan mengurangi kerja usus) 9.
b. Medikamentosa
1). Terapi dehidrasi 7
Terapi dehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi seseorang:
a). Rencana pengobatan A untuk mengobati diare di rumah:
Prinsipnya adalah:
(1) Pemberian cairan lebih banyak dari biasanya
a. Cairan yang diberikan harus memenuhi kritria:
- aman bila diberikan dalam jumlah besar
- mudah menyiapkannya
- dapat diterima
- efektif
b. Jumlah yang dapat diberikan adalah sebanyak yang anak mau dan meneruskan penggunaan URO sampai diarenya berhenti. Sebagi petunjuk pemberian cairan yang diberikan di rumah setiap kali buang air besar adalah sebagai berikut:
- anak di bawah umur 1-4 tahun: 100-200 ml
- >5 tahun: 200-300ml
- dewasa:300-400ml
(2). Pemberian makanan yang cukup pada anak
a) jenis makanan yang dapat diberikan:
- ASI terus diberikan tanpa selingan
- Untuk anak yang sudah mendapat makanan lunak dan padat, makanan harus diberikan paling tidak setengah dari kalori dietnya. Bila mungkin makanan yang asin harus diberikan juga.
b) jumlah dan frekwensi pemberian makanan:
- berikan makanan sebanyak yang anak mau
- menawarkan makanan tiap 3-4jam. Pemberian makanan sedikit-sedikit tapi sering lebih mudah diterima oleh anak
- setelah diare berhenti makanan diberikan paling idak satu kali lebih banyak daripada biasa setiap hari selama 2 minggu
b). Rencana pengobatan B untuk dehidrasi ringan sedang
(1) memberikan oralit 75 ml/kg BB dalam 3 jam pertama,
bila berat badan anak tidak diketahui atau untuk memudahkan di lapangan pemberian oralit paling sedikit sesuai dengan di bawah ini:
a) umur <>
b) umur 1-5 tahun jumlah oralit 600 ml
c) >5 tahun jumlah oralit 1200 ml
d) dewasa jumlah oralit 2400 ml.
Tetapi bila anak masih mau minum lagi boleh diberikan lebih. ASI tetap diberikan.
(2) Menilai kembali penderita:
a) bila tidak ada dehidrasi lagi, ganti ke rencana A.
b) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang ulabgi rencana B tetapi penderita ditawarkan makanan, susu dan sari buah seperti rencana A.
c) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti rencana C.
c). Rencana Pengobatan C, pengobatan penderita dehidrasi berat:
(1) Menentukan bagaimana cara pemberian cairan:
· Penggantian cairan melalui intra vena
· memilih cairan intra vena yang tepat:
larutan yang lebih disukai adalah larutan Ringer laktat. Larutan iv yang mengandung hanya glukosa tidak diperkenankan.
· Memberikan tetesan iv:
Vena yang sering digunakan adalah vena ante cubiti. Pada keadaan syok hipovolemik bisa dipasang pada 2 vena untuk mengembalikan volume darah dalam jumlah yang cepat.
d) Penggantian cairn melalui selang nasogastrik.
Penderita dehidrasi berat harus menerima paling sedikit 20 ml/kgBB larutan oralit selama 6 jam, dimasukkan dengan kecepatan konstan 20ml/kgBB perjam, dan harus dikurangi bila ada muntah berulang-ulang atau perut kembung.
e) Penggantian cairan melalui oral.
Bila pengobatan iv dan NGT tidak memungkinkan atau akan terlambat sedangkan anak dapat minum diberikan oralit oral 20m/kgBB/jam.
(2) Menentukan jumlah cairan yang harus diberikan.
(a) kehilangan cairan pada dehidrasi berat setara dengan 10% berat badan (100ml/kg).
(b) Bayi harus diberikan cairan 30ml/kgBB pad 1 jam pertama, diikuti 70ml/kgBB pada 5 jam berikutnya, jadi seluruhnya 100ml/kgBB dalam 6 jam.
(c) Anak yang lebih besar dan dewasa harus diberi 30 ml/kgBB dalam 30 menit pertama, diikuti dengan 70ml/kgBBbdalam 2,5 jam berikutnya sehingga seluruhnya 100ml/kgBB selama 3 jam.
(d) Bila nadi masih lemah pada pemberian 30ml/kg pertama maka harus diulang lagi dalam waktu yang sama.
(e) Larutan oralit dalam jumlah kecil harus juga diberikan melalui mulut segera setelah penderita dapat minum untuk memberi tambahan kalium dan basa.
(3) Menilai kembali penderita
Yang harus diperhatikan adalah:
· tanda-tanda dehidrasi
· jumlah dan sifat tinja yang dikeluarkan
· setiap kesulitan dalam pemberian cairan
2. Antibiotik
Yang efektif untuk disentri amoeba adalah metronidazole dengan dosis 35-50/kg BB/hari diberikan 3 kali sehari selama 5 hari. Metronidazole sebagai antibiotik berfungsi untuk memusnahkan parasit 10.
3. Antipiretik
Antipiretik berfungsi untuk menghambat produksi prostaglandin yang memacu peningkatan suhu lewat hipotalamus sehingga dapat menurunkan demam 10.
10. Pencegahan4
a. Upaya mencegah penyebaran kuman patogen
Berbagai kuman penyebab diare disebarkan melalui jalan orofekal seperti air, makanan dan tangan yang tercemar. Upaya pemutusan penyebaran kuman penyebab harus difokuskan pada cara penyebaran ini.
Upaya yang terbukti efektif adalah:
1) pemberian ASI saja pad bayi umur 4-6 bulan
2) menghindarkan penggunaan susu botol
3) memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI (untuk mengurangi perkembangbiakan bakteri).
4) Penggunaan air bersih untuk minum
5) Mencuci tangan ( sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum menyiapkan makanan atau makan)
6) Membuang tinja termasuk tinja bayi secara benar.
b. Cara memperkuat daya tahan tubuh pejamu.
1) melaksanakan pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun pertama kehidupan
2) memperbaiki status gizi (dengan memperbaiki nilai gizi makanan pendamping ASI dn memberikan anak lebih banyak makanan)
3) imunisasi campak.
BAB III
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. F
Umur : 13 bulan
Berat badan : 7 kg
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Bp. W
Pekerjaan Ayah : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Jl. Trisula 4 Kauman Surakarta
Tanggal masuk : 12 Desember 2005
Tanggal pemeriksaan : 12 Desember 2005
No. CM : 73 58 09
II. ANAMNESIS
Allo anamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 12 Desember 2005.
Penderita adalah anak tunggal. Anak lahir dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan 50 cm, lahir normal, menangis kuat, umur kehamilan 9 bulan, ditolong oleh bidan. Anak meninggal tidak ada, riwayat keguguran tidak ada., anak lahir meninggal tidak ada. Ayah dan ibu menikah satu kali.
A. Pohon Keluarga
Kehamilan dan Kelahiran
1. Laki-laki, 3000 gram, lahir spontan, bidan, 1 tahun
B. Keluhan Utama
Mencret
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit sekitar jam 08.00 penderita panas. Panas disertai muntah sebanyak 2 kali, tidak nyemprot. Lalu penderita dibawa ke dokter dan diberi obat , keesokan harinya panas turun dan muntah berhenti tetapi penderita menjadi mencret dan perut kembung. Mencret sebanyak 8 kali perhari kurang lebih seperempat sampai setengah gelas belimbing (50-100 cc), konsistensi cair dan terdapat ampas berwarna kehijauan, berbuih, terdapat darah dan lendir serta berbau busuk. Hari masuk rumah sakit penderita sudah mencret sebanyak kurang lebih 10 kali, cairan lebih banyak daripada ampas, warna kuning, terdapat lendir dan darah. Makan menjadi berkurang, sedangkan minum sangat mudah (seperti kehausan). Buang air kecil terakhir sebelum berangkat ke rumah sakit, sekitar 2 jam yang lalu.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan (-)
- Riwayat mondok (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga sakit serupa (-)
- Riwayat sakit asma (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan (-)
F. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
- Faringitis : (-) - Enteritis : (-)
- Bronkitis : (-) - Disentri basiler : (-)
- Pneumonia : (-) - Disentri amuba : (-)
- Morbili : (-) - Thypus : (-)
- Pertusis : (-) - Cacing : (-)
- Difteri : (-) - Operasi : (-)
- Varicella : (-) - Gegar Otak : (-)
- Malaria : (-) - Fraktur : (-)
- Polio : (-) - Reaksi Obat : (-)
G. Riwayat Imunisasi
Menurut pengakuan ibu lengkap, namun lupa waktunya.
H. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Senyum Miring Tengkurap Duduk Gigi keluar Berdiri Berjalan
3 bln 4 bln 5 bln 6 bln 8 bln 10 bln sekarang
I. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Ayah : baik
- Ibu : baik
J. Riwayat Makan Minum Anak
1. ASI diberikan sejak lahir hingga sekarang, frekuensi pemberian tiap kali anak menangis, lamanya menyusui 10-15 menit, bergantian payudara kanan dan kiri. Sesudah menyusui anak tidak menangis.
2. Buah dan sayuran jenis pisang dan jeruk, diberikan sejak umur 4 bulan dengan frekuensi 2 kali perhari.
3. Makanan padat dan lauknya :
a. Bubur susu, merek SUN, diberikan sejak umur 5 bulan dengan frekuensi tiap anak menangis.
b. Nasi tim diberikan sejak umur 8 bulan dengan frekuensi 2 kali sehari.
c. Nasi mulai diberikan, frekuensi 3 kali per hari.
Lauk pauk jenis tahu, tempe, diberikan sejak umur 8 bulan, frekuensi 3 kali sehari, daging, telur atau ikan jarang diberikan.
K. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
- Pemeriksaan di Bidan
- Frekuensi : trimester I : 1 x / bulan
trimester II : 1 x / bulan
trimester III : 3 x / bulan
L. Keluhan selama kehamilan (-)
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.
M. Riwayat kelahiran
Lahir di bidan, umur kandungan 9 bulan, lahir spontan, berat badan lahir 3000 gram, menangis kuat segera setelah lahir.
N. Riwayat post natal
Pemeriksaan di puskesmas, frekuensi setiap imunisasi atau saat sakit.
O. Keluarga berencana
Tidak ikut keluarga berencana.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
- Sikap/keadaan umum : rewel
- Derajat kesehatan : compos mentis
- Derajat gizi : gizi kesan baik
B. Tanda vital
- Tekanan darah : 90/60mmHg
- Nadi : 150x/menit, regular, isi tegangan cukup, simetris
- Respirasi : 30 x/ menit, dalam, tipe thoracoabdominal.
- Suhu : 36,8 0C
C. Status Gizi
- Umur : 13 bulan
- Berat badan : 7 kg
- Tinggi badan : 77 cm
- Lingkar Kepala : 45 cm
- Lingkar Lengan Atas : 14 cm
Antropometri
= x 100 % = 71,42 % Gizi kurang
= x 100 % = 102,66 % Gizi baik
= x 100 % = 70 % Gizi kurang
Interpretasi : Kurang gizi ( + ), baru terjadi
Kebutuhan Kalori : 10 x 100 kal/hari = 1000 kal/hari
Karbohidrat : 1/4x70 % x 1000 kal = 175 gram
Protein : 1/4x10 % x 1000 kal = 25 gram
Lemak : 1/9x20 % x 1000 kal = 22 gram
D. Kulit
Kulit sawo matang, kering, turgor menurun, ujud kelainan kulit (-)
E. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut, ubun-ubun besar sedikit cekung
F. Wajah
Odema (-), moon face (-)
G. Mata
Odema periorbita (-/-), Conjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), cekung (+/+), air mata (+/+)
H. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)
I. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-).
J. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-) , mastoid pain(-), tragus pain(-)
K. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1, pseudomembran (-)
L. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar, kaku kuduk (-)
M. Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC IV 2 jari medial LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
N. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : undulasi (-), pekak beralih (-), hipertimpani (+)
Palpasi : supel, turgor kembali lambat, hepar dan lien tidak teraba.
O. Punggung
Nyeri ketok kostovertebral (-)
P. Ekstremitas
Akral dingin Oedem
Capillary refill time <2>
Clubbing fingers (-)
Q. Pemeriksaan Neurologi
Reflek fisiologi Reflek patologis
Kaku kuduk (-), tanda meningeal lainnya (-)
Kekuatan motorik dan sensorik baik.
Pemeriksaaan neurologis lain dalam batas normal.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah tanggal 12 Desember 2005
- Hemoglobin : 12,2 g/dl
- Hematokrit : 35,8 %
- Leukosit : 22.000 µL
- Trombosit : 348.000 µL
- Gol. Darah : B
V. RESUME
Datang seorang pasien laki-laki umur 13 bulan dengan keluhan mencret, sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, mencret 1 hari sebanyak 8 kali kurang lebih 50-100cc, konsistensi cair dan terdapat ampas berwarna kehijauan, berbuih, terdapat darah dan lendir serta berbau busuk. Muntah (+), panas (+), perut kembung (+). Buang air kecil terakhir 2 jam yang lalu.
Pemeriksaan fisik didapatkan: KU rewel, compos mentis, gizi kesan baik; VS : Tensi : 90/60; N = 150 x/ 1' , reguler, isi dan tegangan cukup, simetris; RR= 30 x/1' ; S = 36,8 0C.
Kulit : turgor menurun; Kepala: ubun-ubun cekung (+) sedikit; Mata: cekung (+/+), air mata (+/+); Mulut : Mukosa basah (+);
Thorax, Cor dan Pulmo dalam batas normal; Abdomen : dinding perut sejajar tinggi dari dinding dada, palpasi supel, hipertimpani, turgor menurun,hepar tidak teraba, lien tidak teraba..
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : Hemoglobin: 12,2 g/dl; Hematokrit : 35,8 %; Leukosit : 22.000 uL; Trombosit : 348.000 uL; Gol. Darah : B.
VI. DIAGNOSIS BANDING
- Disentri amoeba dengan dehidrasi ringan-sedang
- Disentri basiller (Shigellosis) dengan dehidrasi ringan-sedang
- Salmonelosis
VII. DIAGNOSIS KERJA
Disentri amoeba dengan dehidrasi ringan-sedang
VIII. PENATALAKSANAAN
Mondok bangsal
Diet 1000 kal/hari
Terapi dehidrasi :
- Oralit 70 cc tiap kali mencret
- Infus RL 70 cc/kg BB/4 jam à 35 tpm makro slm 4jam
- kemudian 100cc/kg BB/hr à 8 tpm makro
Drug :
- Paracetamol sirup 3x cth I (K/P)
- Metronidazol 280 mg/hari dibagi dalam 3 dosis
IX. PLANNING
IX.Diagnosis
- Laboratorium darah ; LED, hitung jenis leukosit
- Laboratorium feces rutin dan mikroskopis
- Laboratorium urin rutin.
Monitoring
- KU dan VS/ 4 jam
X. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik
XI. PENULISAN RESEP
dr. Anne Sagita
Jl. Petoran IX No. 999 Surakarta
Telp. (0271) 666999
SIP. 007/1999
Surakarta, 12 Desember 2005
R/ Infus RL flab No. III
Cum Abbocath no. 24 No. I
Infus set No. I
S imm AS
R/ Oralit sacc No. III
S ad libitum 1-6 dd 1/3 gelas AS
R/ Parasetamol syr No. I
S prn 1-3 dd cth I AS
R/ Metronidazole tab mg 1400
Glukosa qs
Mfla pulv No. XV
S 3 dd pulv I AS
Pro : An. F (13 bulan, 7 kg)
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
1. Oralit
ORT (Oral Rehydration Therapy) merupakan hal yang paling penting untuk mencegah dan mengobati kekurangan cairan dan elektrolit 11. Untuk mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi serta kehilangan garam, terutama pada bayi dan anak (s/d 3 tahun) dan lansia (>65 tahun), WHO menganjurkan ORS (Oral Rehidration Solution). Di Indonesia telah dibuat ORS yang diberi nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7 g, KCl 0,3 g, trinatrium sitrat dihidrat 2,9 g, serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam sachet dimana setiap sachet untuk 200 ml air. Glukosa menstimulasi secara aktif transport Na dan air melalui dinding usus sehingga resorbsi air dalam usus halus meningkat 25 kali 1.
Pada kasus ini digunakan oralit 70 cc tiap kali mencret dikarenakan oralit mencegah dan mengatasi dehidrasi serta dosis yang dipakai disesuaikan dengan BB 7 kg.
2. Cairan Intravena
Indikasi
Cairan intravena diberikan kepada penderita dengan gangguan gastrointestinal yang sedang-berat sehingga tidak dapat mengabsorbsi makanan yang masuk dengan baik 11. Cairan kristaloid yang dipakai untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh adalah asering, ringer laktat serta normal saline. Kegunaan RL adalah sebagai cairan resusitasi, suplai bikarbonat serta asidosis metabolik 12.
Farmakologi
RL mempunyai osmolaritas 273 mOsm/L dengan kandungan elektrolit sebagai berikut : - Na+ : 130 mEq/L
- Cl- : 109 mEq/L
- K+ : 4 mEq/L
- Ca+ : 3 mEq/L
- Laktat: 28 mEq/L 12
Farmakokinetik
RL dimetabolisme terutama di hati dan sedikit di ginjal. Laktat dimetabolisme mejadi piruvat, dimana akan dipecah menjadi CO2 dan H2O (80 %) atau glukosa (20%) serta pembentukan bikarbonat 13.
Pada kasus ini diberikan infus RL karena RL dapat menggantikan kehilangan akut cairan tubuh serta jumlah tetes per menit disesuaikan dengan MTBS
3. Parasetamol
Parasetamol merupakan analgetika perifer (non-narkotik)
Farmakologi
Derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin. Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak untuk anti radang 1. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen dimana menurunkan suhu tubuh berdasarkan efek sentral. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah dan tidak mengakibatkan iritasi, erosi dan perdarahan lambung juga tidak mengakibatkan gangguan asam basa dan pernafasan 10.
Farmakokinetik
Resorbsinya dari usus cepat dan sempurna, secara rectal lebih lambat 1. Konsentrasi teringgi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan waktu paruh plasmanya 1-3 jam serta 25 % terikat protein plasma 10. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada hubungan. Dalam hati diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresikan dengan kemih sebagai konjugat-glukuronida dan sulfat 1.
Efek samping
Jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hat, pada dosis diatas 6 g mengakibatkan nekrose hati irreversibel.
Dosis
Tersedia sebagai obat tunggal berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/ml. Juga tersedia sebagai bentuksediaan kombinasi tetap. Untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1 g, max 4 g/hari. Anak-anak 4-6 dd 10 mg/kg.
Pemilihan parasetamol 3 x cthI pada kasus ini karena parasetamol dianggap sebagai analgetik yang paling aman karena merupakan penghambat biosintesis PG yang paling lemah serta sesuai untuk BB 7 kg.
4. Metronidazole
Farmakologi
Metronidazole adalah (1β-hidroksi-etil)-2-metil-5-nitroimidazole yang berbentuk kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol. Metronidazole memperlihatkan daya amubisid langsung. Pada biakan E. Histolytica dengan kadar metronodazole 1-2 μg/ml, semua parasid musnah dalam 24 jam. Sampai saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazole.
Farmakokinetik
Absorbsi metronidazole berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. 1 jam setelah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar plasma kira-kira 10 μg/ml. Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang sensitif, rata-rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8 μg/ml. Waktu paruh berkisar 8-10 jam. Obat diekskresi melalui urin, urin mungkin berwarna gelap karena mengandung pigmen yang larut air. Metronidazole juga diekresi melalui air liur, air sussu, cairan vaginal dan cairan seminal dalam kadar rendah.
Efek samping dan kontra indikasi
Efek samping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang ditemukan. Efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering dan rasa kecap logam. Sedangkan muntah, diare dan spasme usus jarang dialami. Efek samping lain dapat berupa pusing, vertigo, ataksia parestesi, urtikaria, flushing, pruritus, disuria, rasa tekan pada pelvik juga kering pada mulut vagina dan vulva.
Metronidazole adalah suatu nitroimidazole, sehingga ada kemungkinan dapat menimbulkan gangguan darah. Oleh karena itu penggunaan metronidazole lebih dari 7 hari hendaknya disertai pemeriksaan leukosit secara berkala. Neutropeni dapat terjadi selama pengobatan dan akan kembali normal setelah pengobatan dihentikan.
Pada penderita dengan riwayat penyakit darah atau gangguan SSP, pemberian obat ini tidak dianjurkan. Bila ditemukan ataksia, kejang atau gejala SSP yang lain maka obat harus segera dihentikan. Metronidazole telah diberikan pada berbagai tingkat kehamilan tanpa peningkatan kejadian teratogenik, prematuritas dan kelainan bayi kongenital. Namun pengguanaan pada trimester I tidak dianjurkan, bahkan bila mungkin pada semua tingkat kehamilan, sampai diperoleh data keamanan yang lebih lengkap. Dosis metronidazole perlu dikurangi pada pasien dengan obstruksi hati yang berta, sirosis hepatis, dan gangguan fungsi ginjal yang berat
Indikasi
Metronidazole terutama digunakan untuk amoebiasis, trichomoniasis dan infeksi bakteri anaerob. Metronidazole efektif untuk amoebiasis intestinal maupun ekstraintestinal. Efeknya terlihat lebih jelas pada jaringan karena sebagian besar metronidazole diabsorbsi di usus halus.
Sediaan
Tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg, suspensi 125mg/5 ml dan tablet vaginal 500 mg. Untuk amobiasis dosis oral yang digunakan adalah 3x750 mg/hari selama 5-10 hari. Sedangkan untuk anak 35-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis.
Pemilihan metronidazole dengan dosis 280 mg/hari diberikan 3 kali sehari pada kasus ini dikarenakan metronidazole merupakan drug of choice disentri amoeba dan juga dosis 280 mg/hari sesuai dengan BB 7 kg.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. PT Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia. Jakarta
2. Waldo E. Nelson. 2000. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 2. EGC. Jakarta
3. Eddy Soewandojo. 2002. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI. Jakarta
4. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.1999. Buku Ajar Diare. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
5. Richard E. 2005. Diarrhea. Departement of Pediatrics. Shands Hospital. University of Florida. Florida
6. Departemen Kesehatan RI. 2005. Muntah dan Diare Akut. www.pediatrik.com
7. Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan WHO dan UNICEF. 1997. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan RI. Jakarta
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta
9. Anonim. 1996. Protap UPF Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP RSUP Dr. Kariadi. Semarang
10. Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Cetak Ulang 2001. Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta
11. John Axford. 1996. Gastrointestinal Disease. Medicine. Blackwell Science. London
12. Anonim. 2003. Pedoman Cairan Infus. Edisi Revisi VIII. PT Otsuka Indonesia
13. Budhi Santoso. Rasionale Terapi Cairan. Otsuka Pharmaceutical Indonesia